Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan Pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan (Perppu Akses Informasi Keuangan) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK, Kamis (2/11). Perkara yang teregistrasi Nomor 85/PUU-XV/2017 dimohonkan oleh Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia E. Fernando M. Manullang.
Dalam permohonannya, Pemohon menyampaikan bahwa Pasal 1, Pasal 2 angka 1, dan Pasal 8 Perppu Akses Informasi Keuangan dinilai merugikan hak konstitusionalnya. Aturan yang mengizinkan adanya aksesinformasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dinilai tidak memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi harta benda Pemohon.
Pasal 1 Perppu Akses Informasi Keuangan menyatakan, “Akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan melalui akses untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan pelaksanaan perjanjian internasional di bidang perpajakan.” Sementara Pasal 2 angka 1 Perppu Akses Informasi Keuangan berbunyi, “Direktur Jenderal Pajak berwenang mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 dari lembaga jasa keuangan yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan sesuai standarpertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan.”
Pemohon juga mendalilkan keberadaan perppu a quo tidak memenuhi syarat ikhwal kegentingan yang memaksa mengenai unsur kebutuhan mendesak dan kekosongan hukum karena materi Perppu telah dahulu diatur melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 25/POJK.03/2015 tentang Penyampaian Informasi Nasabah Asing Terkait Perpajakan kepada Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra. Selain itu, Pemohon menilai Perppu Akses Informasi Keuangan ini dinilai sebagai produk hukum telah menyimpang dari asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi perundangan yang ditetapkan Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPU).
Pemohon menilai Pasal Perppu Akses Informasi Keuangan tidak menentukan kategori informasi keuangan sehingga tidak sejalan dengan tujuan konvensi yang mengatur objek pertukaran informasi keuangan dibatasi lingkup yurisdiksi transaksional.
“Jadi, dalam perppu ini tidak ada pembatasan kategori informasi keuangan antara informasi nasional dan informasi dalam lingkup internasional sehingga berpotensi menimbulkan kerugian hak konstitusional,” sampai Fernando di hadapan Hakim Konstitusi Suhartoyo didampingi Hakim Konstitusi Manahan M. P. Sitompul dan Aswanto.
Pemohon menilai Pasal 2 angka 1 yang mengatur penyerahan mandat kewenangan bagi Direktur Jenderal Pajak terhadap akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dinilai bertentangan dengan Pasal 17 UUD 1945. Adapun Pasal 8 Perppu Akses Informasi Keuangan dinilai Pemohon memilki ketentuan yang bertentangan dengan ketentuan konstitusi dan perundangan lainnya.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi Suhartoyo menyarankan agar Pemohon mencermati kebaruan informasi terkait norma yang diujikan Pemohon. Menurutnya, Perppu Akses Informasi Keuangan telah disahkan menjadi UU Nomor 9 Tahun 2017. “Hal ini perlu dipertegas karena akibatnya sangat krusial bagi Pemohon sehingga objek tidak relevan,” saran Suhartoyo.
Untuk itu, Suhartoyo meminta Pemohon agar melakukan perbaikan jika tetap ingin memajukan judicial review dengan pengajuan terhadap uji materiil norma a quo. Sementara itu, Hakim Konstitusi Aswanto mengingatkan Pemohon untuk melakukan koreksi atas batas waktu diajukan sebuah peraturan perundang-undangan yang telah disahkan sebagai UU sesuai aturan Mahkamah tidak melebihi 45 hari sejak hari pengesahannya.
“Perppu ini disahkan jadi UU pada 23 Agustus 2017. Jadi, 45 harinya apakah sudah lewat atau belum? Kalau informasi akurat, maka untuk uji formiil sudah lewat waktu sehingga tidak bisa melakukan uji norma ini,” jelas Aswanto.
Di samping itu, Aswanto pun meminta Pemohon untuk mempertegas kedudukan hukumnya sebagai perseorangan WNI sehingga terlihat kerugian konstitusional Pemohon yang benar-benar memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan.
Hakim Konsstitusi Manahan MP Sitompul yang juga menjadi Panel Hakim mengingatkan tentang pengesahan Perppu menjadi UU sehingga Mahkamah meminta Pemohon untuk mengkaji kembali pasal yang diujikan. Dalam hal ini Manahan menyarankan dua opsi, yakni Pemohon dapat memperbaiki permohonan dengan konsekuansi dapat menyempurnakan permohonan dalam waktu yang sangat terbataS. Sedangkan opsi kedua, Pemohon dapat mencabut permohonannya dan kemudian meneruskannya dengan mengajukan permohonan baru dengan terlebih dahulu memastikan keberadaan perubahan substansi Perppu setelah disahkan menjadi UU.
Pada akhir persidangan, Hakim Konstitusi Suhartoyo menyampaikan bahwa Pemohon diberikan waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan atau mempertimbangkan kelanjutan uji norma hingga batas waktu pada Rabu, 15 November 2017 pukul 10.00 WIB. (Sri Pujianti/LA)