Para pegawai Mahkamah Konstitusi (MK) melaksanakan upacara Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-89 pada Senin (30/10) di halaman depan Gedung MK. Panitera Muda MK Muhidin bertindak sebagai pembina upacara.
“Kita patut bersyukur atas sumbangsih para pemuda Indonesia yang sudah melahirkan Sumpah Pemuda. Sudah seharusnya kita meneladani langkah-langkah dan keberanian mereka hingga mampu menorehkan sejarah emas untuk bangsanya,” kata Muhidin yang membacakan pidato Peringatan Hari Sumpah Pemuda 2017 yang berjudul “Pemuda Indonesia Berani Bersatu” dari Menteri Pemuda dan Olahraga.
“Bandingkan dengan era sekarang. Hari ini, sarana transportasi umum sangat mudah. Untuk menjangkau ujung timur dan barat Indonesia hanya dibutuhkan waktu beberapa jam saja. Agar dapat berkomunikasi dengan pemuda di pelosok negeri, cukup menggunakan alat komunikasi. Tidak perlu menunggu datangnya tukang pos hingga berbulan-bulan. Interaksi sosial dapat dilakukan 24 jam, kapanpun dan di manapun,” ucap Muhidin.
Namun, sambung Muhidin, anehnya justru dengan berbagai macam kemudahan yang kita miliki hari ini, kita justru lebih sering berselisih paham.
“Mudah sekali memvonis orang, mudah sekali berpecah-belah, saling mengutuk satu dengan yang lain, menebar fitnah dan kebencian. Seolah-olah kita dipisahkan oleh jarak yang tak terjangkau atau berada di ruang isolasi yang tidak terjamah, hingga tidak dapat ditembus oleh siapa pun. “Padahal dengan kemudahan teknologi dan sarana transportasi yang kita miliki hari ini, seharusnya lebih mudah buat kita untuk berkumpul, bersilaturahim dan berinteraksi sosial,” tambah Muhidin.
Pada kesempatan itu, Muhidin juga menyitir ucapan Bung Karno; “Jangan mewarisi Abu Sumpah Pemuda, tapi warisilah Api Sumpah Pemuda. Kalau sekadar mewarisi Abu, Saudara-Saudara akan puas dengan Indonesia yang sekarang sudah satu bahasa, satu bangsa, dan satu tanah air. Tapi ini bukan tujuan akhir”.
Dikatakan Muhidin, pesan yang disampaikan oleh Bung Karno ini sangat mendalam, khususnya bagi generasi muda Indonesia.
“Api Sumpah Pemuda harus kita ambil dan terus kita nyalakan. Kita harus berani melawan segala bentuk upaya yang ingin memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Kita juga harus berani melawan ego kesukuan, keagamaan dan kedaerahan kita. Ego ini yang kadangkala mengemuka dan menggerus persaudaraan kita sesama anak bangsa. Kita harus berani mengatakan bahwa persatuan Indonesia adalah segala-galanya, jauh di atas persatuan keagamaan, kesukuan, kedaerahan apalagi golongan,” tandas Muhidin. (Nano Tresna Arfana/LA)