Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bagi para akademisi ilmu hukum dari berbagai kampus di Indonesia, Jumat (27/10). Acara yang digelar di Hotel Pullman, Jakarta, diikuti oleh 35 orang akademisi dari berbagai perguruan tinggi negeri di Indonesia, di antaranya Universitas Syiah Kuala, Sumatera Utara, Universitas Andalas, Universitas Negeri Jember, Universitas Diponegoro, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Lambung Mangkurat, Universitas Hasanuddin, dan lainnya. Acara secara resmi dibuka oleh Ketua MK Arief Hidayat yang didampingi Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah.
Dalam sambutannya, Arief menyampaikan pentingnya peran dari akademisi hukum dalam kapasitasnya sebagai ilmuwan hukum yang memiliki kewajiban dan tanggung jawab dalam pengemban hukum atau pelaksana tugas dan cita-cita serta kewajiban di bidang hukum. Arief menyampaikan bahwa pengemban hukum tersebutdibedakan menjadi dua, yakni pengembanan hukum teoretis dan hukum praktis. MK pada praktiknya merupakan pengemban hukum teoretis. Melalui FGD ini, dengan melakukan kajian-kajian pengembangan hukum secara sistematis dan terarah dengan ahli-ahli di bidang hukum, diharapkan dapat dibuat struktur dan pengembangan hukum hingga jauh ke depan yang memiliki karakteristik sesuai nilai Pancasila dan UUD 1945. \"Dalam pengembangan teoretis itulah, MK mengajak Bapak dan Ibu untuk mendapatkan masukan bagi arah pembangunan hukum nasional ke depan,\" sampai Arief di hadapan peserta FGD.
Menurut Arief, pembangunan hukum tidak saja menyangkut struktur hukum, namun SDM yang perlu dikembangkan. Hal ini penting, mengingat kondisi masyarakat yang carut-marut dalam berhukum. Ia menyebut kondisi tersebut terjadi karena dua hal, yaitu adanya ketidakpercayaan antara pejabat dan masyarat, serta adanya disorientasi bangsa yang tidak terarah bagi kepentingan umum sehingga menegasikan orang lain.
“Bagaimana kita mengembalikan nilai-nilai pengembangan SDM bidang hukum tersebut? Menjadi ahli hukum, tak hanya ahli membuat perangkat hukum, tetapi butuh integritas karena Indonesia butuh ahli hukum yang beretika dan bermoral. Dengan demikian akan lahir SDM bidang hukum dengan sistem hukum Pancasila yang unggul dengan mengutamakan kepentingan bangsa,\" tegas Arief dalam sambutannya.
Kegiatan FGD Arah Pembangunan Hukum Nasional berlangsung dari 26 - 28 Oktober 2017 di Hotel Pullman Jakarta. FGD dibagi atas tiga bagian, yakni diskusi, perumusan, dan hasil FGD. Pada bagian diskusi, peserta diarahkan dalam tiga sesi kajian bertemakan “Arah Pembangunan Hukum Nasional”, di antaranya dalam Perspektif Filosofis Yuridis, Sosiologis Empiris, dan Futuristik. Narasumber yang dihadirkan sebagai pemantik diskusi, antara lain Pakar Hukum Hikmanto Juwana, Mantan Dewan Etik MK Zaidun, Rektor Universitas Jambi Johni Najwan, dan lainnya.
Tindak Lanjut
Dalam acara penutupan yang berlangsung pada Sabtu (28/10), Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah menyampaikan harapannya atas simpulan ide dan gagasan selama penyelenggaraan FGD oleh para akademisi ilmu hukum dapat dielaborasikan oleh Mahkamah Konstitusi guna mengongkretkannya demi terciptanya kemajuan bidang hukum di Indonesia.
“Diharapkan hasil dari FGD ini yang nantinya akan dibagikan pada seluruh peserta dipertajam dalam rangka tindak lanjut dari isu terkait yang ada dalam kesepuluh simpulan, yang akan dielaborasi lebih jauh oleh guru besar hukum se-Indonesia sehingga nantinya materi lebih dapat MK konkretkan untuk kemajuan bidang hukum nasional,” harap Guntur.
Pada sesi diskusi, para peserta FGD memaparkan makalah bertema “Arah Pembangunan Hukum Nasional” dalam Perspektif Filosofis Yuridis, Sosiologis Empiris, dan Futuristik. Salah satu materi yang disampaikan oleh Pakar Hukum Hikmanto Juwana yang menyoroti "Arah Kebijakan Pembangunan Hukum di Indonesia Bidang Perekonomian dan Investasi". Sementara, Mantan Anggota Dewan Etik MK Zaidun menekankan pada "Cita Hukum untuk Mencari Keselarasan dalam Keberagaman dan Mendorong Terwujudnya Kesatuan Hukum Nasional Indonesia", dan Rektor Universitas Jambi Johni Najwanyang mencermati "20 Tahun Reformasi di Indonesia dan Supremasi Hukum yang Terganjal".
Usai beberapa pemakalah secara bergantian memaparkan ide, para peserta diskusi lainnya memberikan tanggapan dan berbagai saran atas gagasan yang dimunculkan dalam diskusi. Selanjutnya, pada 28 Oktober 2017, atas berbagai ide yang telah dijabarkan dalam makalah dan disajikan pada FGD, para peserta FGD membuat simpulan diskusi dalam Rumusan Hasil Focus Group Discussion (FGD) Arah Pembangunan Hukum Nasional.
Adapun bunyi dari Rumusan Hasil FGD Arah Pembangunan Hukum Nasional, di antaranya 1) Pembangunan hukum nasional harus didasari nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan memuat secara utuh karakter bangsa dan mengakui keberagaman bangsa yang termuat dalam prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Oleh karena itu, dalam merumuskan pembangunan hukum nasional perlu menggali dan memperhatikan aspek keberagaman hukum (pluralisme hukum) sebagai penggalian kearifan lokal untuk menuju satu kesatuan sistem hukum nasional yang menghormati nilai universal dalam kehidupan global; 2) Pembangunan hukum nasional tidak dapat dilakukan secara sporadis, melainkan harus dilakukan secara sistematis, terstruktur, dan komprehensif. Pembangunan hukum menyeluruh baik aspek struktur, substansi, maupun budaya hukum, akan tetapi juga lebih luas dari itu, yaitu mencakup pembangunan sumber daya manusia (SDM) bidang hukum yang dilandasi oleh nilai-nilai moral dan etika yang baik.
Untuk selanjutnya, rumusan tersebut akan disosialisasi dan ditindaklanjuti dengan pembentukan gugus tugas oleh Mahkamah Konstitusi; melakukan review dan mensistematisasi substansi hasil FGD; melakukan diseminasi dan memublikasikan hasil FGD; mengembangkan jejaring kerja (net working) dengan lembaga terkait; serta melakukan pengembangan konsepmelalui forum workshop. (Sri Pujianti/LA)
(Sri Pujianti/LA)