Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materiil Pasal 69 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung (MA), Kamis (26/10). Para hakim memandang Perkara Nomor 69/PUU-XV/2017 kabur. “Menyatakan tidak dapat menerima Permohonan Pemohon,” ujar Ketua MK Arief Hidayat didampingi hakim konstitusi lainnya.
Sebelumnya Pemohon Donny Christian Langgar menguji ketentuan Pasal 69 UU MA yang mengatur batas waktu peninjauan kembali, yakni dapat dilakukan dalam tenggang waktu 180 hari. Pemohon mengharapkan MK dapat menafsirkan hukum perdamaian terkait pasal tersebut sehingga pihak berperkara tidak mesti menempuh PK dan dapat menempuh jalan damai.
Donny menyebut pihaknya merasa terhalang untuk turut serta dalam pembangunan hukum nasional karena pemberlakuan pasal a quo. Selain itu, ia juga merasa terhalang untuk meningkatkan kualitas hidup karena tidak dapat merekayasa hukum melalui pengadilan umum agar terlepas dari kemiskinan. Pemohon mengaku pernah berperkara di Mahkamah Agung (MA) dan sudah menerima berita putusan dengan Nomor 151/E/05/979 K/PDT/04. Meski demikian, Pemohon tak menjelaskan detail perkara yang dijalaninya.
Dalam pendapat yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra, dalam permohonan awal yang diajukan Pemohon, Mahkamah tidak menemukan uraian dan/atau argumentasi hukum mengenai pertentangan antara ketentuan yang dimohonkan pengujian dengan norma UUD 1945. Setelah Majelis Hakim memberi nasihat perbaikan dalam sidang pemeriksaan pendahuluan pada tanggal 19 September 2017, Saldi menjelaskan Pemohon mengajukan berkas perbaikan permohonan namun tetap tidak ada perubahan signifikan dalam hal uraian dan/atau argumentasi hukum. Demikian pula dalam sidang kedua pada tanggal 3 Oktober 2017 dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan, Pemohon tidak dapat menerangkan kepada Majelis Hakim perihal inkonstitusionalitas Pasal 69 UU MA.
“Ketidakjelasan permohonan sebagaimana diuraikan di atas mengakibatkan petitum yang dimohonkan Pemohon tidak dapat ditemukan korelasinya dengan argumentasi hukum dalam bagian posita, terlebih Mahkamah tidak dapat memahami maksud dari petitum permohonan Pemohon. Berdasarkan hal demikian Mahkamah berpendapat permohonan Pemohon, terutama pada bagian pokok permohonan yang meliputi posita dan petitum, haruslah dinyatakan kabur,” tandasnya. (ARS/LA)