Mahasiswa Hukum Universitas Indonesia (UI) melakukan kunjungan ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (25/10). Dalam kunjungannya, sebanyak 49 mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia tersebut disambut Peneliti MK Helmi Kasim di Ruang Konferensi MK. Kunjungan mahasiswa tersebut dalam rangka pembelajaran di luar kelas untuk mata kuliah Hukum Tata Negara.
Dalam pemaparan awal, Helmi menjelaskan tentang awal mula berdirinya MK yang bermula dari hasil amendemen ketiga UUD 1945 pasca reformasi. “Saat awal fungsi dan kewenangan MK sempat akan diberikan ke Mahkamah Agung (MA). Tetapi hal ini tak jadi diwujudkan,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Helmi juga memaparkan mengenai tugas dan wewenang MK berdasar amanat UUD 1945. “Kewenangan MK yaitu menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Adapun kewajiban MK adalah membuat putusan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan presiden dan/atau wakil presiden,” jelasnya.
Helmi menyebut MK memiliki sembilan hakim secara keseluruhan. “Perinciannya adalah tiga orang diusulkan oleh Presiden, tiga orang diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan tiga orang diusulkan oleh Mahkamah Agung (MA),” jelasnya.
Saat ini, kata dia, MK belum pernah melakukan pembubaran partai politik dan pemakzulan pada presiden. Perkara yang paling banyak masuk ke MK adalah pengujian terhadap UU.
Ia juga memaparkan bahwa MK RI mengadaptasi dari MK Korea Selatan. Ada beberapa kesamaan, di antaranya jumlah sembilan hakim, memiliki kewenangan menguji UU terhadap Konstitusi, serta dapat membubarkan partai politik. “MK di Indonesia dan Korea Selatan sama-sama lahir pasca keberadaan rezim yang otoriter sebelumnya,” tegasnya.
Meski banyak memiliki kemiripan, jelasnya, tetapi MK Indonesia tidak memiliki kewenangan constitusional review. Di Indonesia, lanjutnya, MK hanya dapat melakukan judicial review. Helmi menyebut constitusional review adalah me-review pelaksanaan dari penerapan suatu UU berbeda dengan judicial review.
Usai mendengar pemaparan tentang MK, siswa tersebut melanjutkan agenda ke Pusat Konstitusi (Puskon). (ARS/LA)