Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan perkara terhadap sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada) Kabupaten Jayapura tidak dapat diterima, Senin (23/10). Tiga pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Jayapura mengajukan permohonan, yakni Jansen Monim dan Abdul Rahman Sulaiman (Perkara Nomor 58/PHP.BUP-XV/2017), Godlief Ohee dan Frans Gina (Perkara Nomor 59/PHP.BUP-XV/2017), serta Yann dan Zadrak Afasedanya (Perkara Nomor 60/PHP.BUP-XV/2017).
“Amar putusan mengadili, dalam eksepsi mengabulkan eksepsi Termohon dan Pihak Terkait mengenai kedudukan hukum Pemohon dan menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ucap Ketua MK Arief Hidayat didampingi Hakim Konstitusi lainnya.
Dalam mempertimbangkan fakta-fakta hukum dan pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Jaya Tahun 2017, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati menyampaikan bahwa sesuai dengan agenda penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara serentak, yag ditentukan pada 15 Februari 2017, KPU Kabupaten Jayapura telah melakukan pemungutan suara di 348 TPS di 19 distrik. Setelah pemungutan suara pada 17 Februari 2017, melalui surat Nomor 75/KPU/03069733/2017 KPU Kabulaten Jayapura menyampaikan pernyataan sikap kepada Bawaslu Jayapura sehubungan dengan ditemukannya praktik politik uang dan kegiatan kegiatan mobilisasi massa pada saat pencoblosan yang dilakukan oleh tim salah satu pasangan calon serta peristiwa lain. “Sehingga terhadap indikasi kecurangan tersebut, KPU Kabupaten Jayapura meminta Panwas Kabupaten Jayapura untuk memberikan rekomendasi terhadap kecurangan yang terjadi,” ucap Maria.
Pada 23 Februari 2017, Panwas Kabupaten Jayapura pun mengeluarkan rekomendasi Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada 14 Maret 2017 sekurang-kurangnya di 236 TPS di 17 distrik. Namun pada pelaksanaannya PSU mengalami beberapa penundaan, yang pada awalnya ditetapkan pada 12 April 2017, kemudian diubah menjadi 19 Juli 2017, dan diubah kembali menjadi 23 Agustus 2017 berdasarkan Surat Keputusan KPU Kabupaten Jayapura Nomor 36/Ktps/KPU-Kab.Jpr/030.434090/2017.
Setelah Mahkamah mencermati laporan Pengawasan PSU yang disampaikan Bawaslu Provinsi Papua, baik secara lisan di persidangan maupun dalam laporan tertulis serta keterangan Bawaslu RI, tidak ada keterangan dan pernyataan dari Bawaslu Provinsi Papua selaku Panwas Kabupaten Jayapura dan Bawaslu RI. ”Termohon tidak melaksanakan rekomendasi Panwas Kabupaten Jayapura dan Bawalu RI atau setidaknya melaksanakan tidak sesuai dengan rekomendasi tersebut,” urai Maria.
Terkait dengan pihak Termohon yang melakukan pencermatan dan pelaksanaan PSU di 261 TPS tersebut, Maria menyampaikan bahwa Termohon melaksanakan rekomendasi Panwas Kabupaten Jayapura Nomor 094/Panwas.Kab.JYP/II/2017 tanggal 23 Februari 2017 dan rekomendasi Bawaslu RI Nomor 0604/K.Bawaslu/PM.06.00/VII/2017 tanggal 2 Agustus 2017.
Dalam eksepsi mengenai kedudukan hukum pihak yang berperkara, Mahkamah berpendapat meskipun Pemohon adalah pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Jayapura dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Jayapura Tahun 2017, namun Pemohon tidak memenuhi ketentuan pengajuan permohonan. Pemohon tidak memenuhi Pasal 158 ayat (2) huruf a UU 10/2016 dan Pasal 7 ayat (2) huruf a PMK 1/2016 tentang perbedaan jumlah suara. Oleh karena itu, terhadap permohonan a quo, perbedaan perolehan suara antara Pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak untuk dapat mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan a quo adalah paling banyak sebesar 2 % dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Jayapura.
“Mahkamah berpendapat meskipun Pemohon adalah Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Jayapura dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Jayapura Tahun 2017, namun Pemohon tidak memenuhi ketentuan pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 UU 8/2015 sebagaimana telah diubah dengan UU 10/2016 dan Pasal 7 PMK 1/2016 sebagaimana telah diubah dengan PMK 1/2017, sehingga Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan perkara a quo,” tegas Maria.
Menimbang karena eksepsi Termohon dan Pihak Terkait mengenai kedudukan hukum Pemohon beralasan menurut hukum, maka pokok permohonan Pemohon serta eksepsi lain dari Termohon dan Pihak Terkait tidak dipertimbangkan. (Sri Pujianti/LA)