Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat menerima permohonan pengujian aturan pembatasan pengajukan Peninjauan Kembali (PK) dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman). Sidang pembacaan Putusan Nomor 23/PUU-XV/2017 tersebut digelar MK, Kamis (19/10) di Ruang Sidang MK.
Sulindro dan keluarga mengungkapkan kerugian konstitusional yang dialami dengan berlakunya Pasal 24 ayat (2) yang menyatakan, “Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali.”
Pemohon merupakan terdakwa kasus pemalsuan surat yang telah mengajukan PK, namun ditolak oleh Mahkamah Agung. Terhadap putusan tersebut, Pemohon hendak mengajukan PK kembali, namun ditolak dengan berdasar pada Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman. Pemohon dipidana karena menggunakan akta/surat palsu. Sementara pembuat akta/surat palsu tersebut sampai sekarang tidak diketahui dan dengan sendirinya tidak dihukum. Untuk itulah, Pemohon meminta pembatalan Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman. Pemohon menilai aturan tersebut bertentangan dengan UUD 1945.
Menanggapi permohonan tersebut, dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Mahkamah mempertimbangkan bahwa permohonan PK dalam perkarapidana telah diputus dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013. Putusan tersebut dipertegas kembali dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 108/PUU-XIV/2016, yang menyatakan dalam bagian pertimbangannya, terhadap peninjauan kembali dalam perkara pidana Mahkamah telah menyatakan bahwa norma Pasal 66 ayat (1) UU MA dan Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku lagi karena substansinya sama dengan Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang telah dinyatakan inkonstitusional.
“Oleh karena itu, sesungguhnya norma pasal dalam undang-undang dimaksud sepanjang berkenaan dengan peninjauan kembali dalam perkara pidana telah tidak berlaku lagi. Dengan demikian Mahkamah berpendapat permohonan Pemohon telah kehilangan objek,” tandas Wahiduddin. (Lulu Anjarsari)