Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Pasal 99 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) pada Selasa (17/10) di Ruang Sidang Pleno MK. Noor Rachmad, dkk., yang berprofesi sebagai jaksa dan juga terdaftar sebagai Anggota PJI tercatat sebagai Pemohon Perkara Nomor 68/PUU-XV/2017 tersebut.
Sidang yang seharusnya beragendakan mendengar keterangan Pemerintah dan DPR ditunda oleh Ketua MK Arief Hidayat karena Pemerintah belum siap memberikan keterangan. Sementara itu, DPR tidak hadir dikarenakan adanya rapat-rapat internal yang tidak dapat ditinggalkan.
Pemohon mendalilkan hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 99 UU SPPA. Pasal 99 UU SPPA menyatakan, “Penuntut Umum yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun”.
Menurut Pemohon, Pasal 99 UU SPPA berpotensi mempidana para penuntut umum yang melakukan maladministrasi dalam menjalankan wewenang dalam perkara pidana anak. Pasal tersebut dinilai mengintervensi independensi jaksa, padahal seharusnya kesalahan yang bersifat adminstratif dari seorang jaksa dipertanggungjawabkan kepada atasan dalam struktur dan jenjang pengawasan yang sudah disediakan oleh peraturan perundang-undangan seperti yang diatur dalam UU Kejaksaan.
Selain itu, Pemohon menganggap pemidanaan atas pelanggaran hal yang bersifat administratif seharusnya tidak dapat diawasi dan dikoreksi oleh kekuasaan yudikatif (dalam hal ini adalah peradilan pidana). Pengawasan koreksi oleh sebuah peradilan pidana atas pelanggaran tersebut, dapat dikatakan sebagai intervensi kekuasaan lainnya. Untuk itulah, Pemohon meminta agar MK membatalkan keberlakuan Pasal 99 UU SPPA. (Lulu Anjarsari)