Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di Ruang Sidang Panel MK, Selasa (17/10). Perkara teregistrasi dengan Nomor 76/PUU-XV/2017 dimohonkan Habiburokhman yang berprofesi sebagai advokat. Dalam permohonan sebelumnya, Pemohon melakukan uji materiil Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) UU ITE terhadap Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3), dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945.
Dalam sidang perbaikan permohonan tersebut, Hendarsam Marantoko selaku kuasa hukum Pemohon menyampaikan beberapa catatan perbaikan yang salah satunya menambahkan Pemohon baru, yakni Asma Dewi. Asma disebut telah mengalami dampak dari ketidakjelasan frasa “antargolongan” dalam pasal-pasal yang diujikan.
“Pemohon baru adalah Asma Dewi yang saat ini masih ditahan Mabes Polri sejak 8 September 2017 atas kasus dugaan penyebaran ujaran kebencian bermuatan SARA melalui jejaring sosial Facebook,” jelas Hendarsam di hadapan Panel Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo tersebut.
Menurut Pemohon, adanya istilah “antargolongan” pada pasal-pasal a quo justru menimbulkan ketidakjelasan. Dalam penerapannya, pasal tersebut bisa diartikan sangat luas menjadi kelompok apapun yang ada dalam masyarakat, baik yang bersifat formal maupun nonformal. Hal tersebut telah secara nyata dialami Pemohon baru yang ditambahkan sebagai Pemohon pada perkara ini. “Untuk itu, adanya kerugian konstitusional terang-terang potensial terjadi apabila frasa ‘antargolongan’ pada UU a quo tidak segera dijelaskan,” tambah Hendarsam yang juga didampingi Pemohon Prinsipal.
Pada akhir persidangan, Hakim Konstitusi Suhartoyo mengesahkan bukti tambahan yang diserahkan para Pemohon. (Sri Pujianti/LA)