Mantan Napi Korupsi Uji Perbaiki Permohonan Uji Aturan Kehadiran Saksi
Selasa, 17 Oktober 2017
| 17:27 WIB
Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa hukum hadir dalam sidang perbaikan permohonan perkara pengujian Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Selasa (17/10) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK. Foto Humas/Ganie.
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materiil Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Selasa (17/10). Emir Moesi, mantan Anggota DPR periode 2004-2009 yang mempermasalahkan aturan terkait keterangan saksi yang tidak dihadirkan dalam persidangan memperbaiki permohonan.
Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa hukum memberikan penjelasan mengenai perbaikan permohonan yang telah dilakukan. Salah satunya dengan memperbaiki petitum permohonan. Jika semula Pemohon meminta Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP dibatalkan, maka dalam permohonan perbaikan, Pemohon meminta agar pasal-pasal a quo dinyatakan konstitusional bersyarat. Pasal a quo konstitusional bersyarat jika ditafsirkan menjadi keterangan saksi dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah bila dikuatkan dan/atau bersesuaian dengan keterangan saksi lain yang memberikan keterangannya di bawah sumpah dalam persidangan.
“Bahwa keterangan saksi sebagaimana diatur dalam Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) itu, baru dijadikan sebagai alat bukti yang sah, sebagaimana diatur dalam norma Pasal 184 KUHAP, jika keterangan itu dikuatkan dan/atau bersesuaian dengan keterangan saksi lain yang memberikan keterangannya di bawah sumpah dalam persidangan. Tanpa adanya penguatan atau kesesuaian dengan keterangan saksi yang lain yang memberikan keterangan di bawah sumpah dalam persidangan, maka demi keadilan dan mencegah sewenang-wenangan, keterangan saksi sebagaimana dirumuskan dalam norma Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah, sebagaimana diatur di dalam Pasal 184 KUHAP,” terangnya.
Dalam permohonannya, Pemohon mengatakan pasal tersebut bertentangan dengan asas kepastian hukum dan keadilan seperti yang dicantumkan dalam Pasal 28D UUD 1945. Ketentuan tersebut dinilai menghilangkan hak konstitusional Pemohon untuk memperoleh proses penegakan hukum pidana yang benar dan adil. Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP menyebut seorang saksi boleh tidak hadir di persidangan dan cukup menyampaikan keterangannya secara tertulis. Namun, keterangannya itu sama nilainya dengan saksi yang hadir di persidangan. Menurut Pemohon, ketentuan itu berpotensi menghilangkan hak konstitusional seorang terdakwa. (Lulu Anjarsari)