Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materiil aturan mengenai ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu). Sidang dengan agenda memeriksa perbaikan permohonan untuk empat perkara, yaitu 70/PUU-XV/2017, 71/PUU-XV/2017, 72/PUU-XV/2017 dan 73/PUU-XV/2017.
Partai Bulan Bintang (Perkara Nomor 70/PUU-XV/2017) diwakili oleh Ketua Umum Yusril Ihza Mahendra menjelaskan telah melakukan perbaikan sesuai saran Majelis Hakim pada sidang sebelumnya. Ia menyebut telah memperkuat dalil terkait pokok permohonan dan menambahkan alat-alat bukti.
“Kami sudah melakukan perbaikan-perbaikan, baik didasarkan atas saran oleh Yang Mulia dalam sidang terdahulu maupun atas inisiatif kami sendiri untuk lebih memperkuat, dan mempertajam argumentasi dari permohonan ini, dan telah dirumuskan menjadi lebih panjang daripada permohonan sebelumnya karena ada penambahan-penambahan argumentasi. Dan juga, sekaligus ada penambahan alat-alat bukti untuk memperkuat permohonan ini. Dan seluruh alat-alat bukti itu sudah kami tuangkan dalam bentuk daftar bukti permohonan yang baru, yang disampaikan pada hari ini,” jelasnya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Aswanto tersebut.
Sementara itu, para Pemohon Perkara 71/PUU-XV/2017, yakni Mantan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay, Yuda Kusumaningsih, PERLUDEM dan KODE INISIATIF juga telah memperbaiki permohonan terkait kedudukan hukum. Diwakili oleh Fadli Ramadani, menjelaskan kedudukan hukum Hadar Nafis Gumay sebagai warga negara yang aktif dan fokus dalam melakukan aktivitas penelitian pemilu serta ikut aktif dalam membangun sistem penyelenggaraan pemilu yang demokratis berkeadilan. Selain memperbaiki kedudukan hukum, Pemohon juga memperkuat kerugian konstitusional dengan berlakunya Pasal 222 UU Pemilu.
“Nah, selain itu kami juga menambahkan bahwa ketentuan pasal a quo telah mengakibatkan perjuangan dan kerja panjang, serta pengabdian dari Pemohon I dalam hal melakukan penelitian, pembangunan terhadap sistem kepemiluan yang demokratis dan berkeadilan menjadi sia-sia dan perjuangan itu akan terhambat dengan pemberlakuan pasal a quo,” urainya.
Dalam sidang tersebut, Aswanto menyebut banyaknya perkara pengujian UU Pemilu yang masuk, maka permohonan para pemohon akan dibagi persidangannya disesuaikan dengan isu. Untuk Perkara Nomor 70/PUU-XV/2017, 71/PUU-XV/2017 dan 72/PUU-XV/2017 (yang dimohonkan oleh Mas Soeroso dan Wahyu Naga Pratala) dengan pengujian terkait presidential threshold, akan digelar kembali pada 24 Oktober 2017 pukul 11.00 WIB. Sementara terkait pengujian aturan syarat verifikasi partai politik sebagaimana dimohonkan Partai Indonesia Kerja (Perkara Nomor 73/PUU-XV/2017) akan digelar juga pada 24 Oktober 2017 pukul 09.00 WIB.
Para Pemohon merasa hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 222 UU Pemilu. Pasal 222 UU Pemilu menyatakan:
“Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.”
Dalam permohonannya, Pemohon Perkara Nomor 70/PUU-XV/2017, 71/PUU-XV/2017 dan 72/PUU-XV/2017, mendalilkan ketentuan yang mengatur persyaratan perolehan kursi 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya dalam konteks pemilihan umum yang dilaksanakan serentak bertentangan UUD 1945. Pemohon menilai keinginan membatasi jumlah pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik hanya 5 (lima) pasang jika menggunakan ambang batas atau presidential threshold 20% (dua puluh persen) perolehan kursi di DPR atau hanya 4 (empat) pasang jika menggunakan 25% (dua puluh lima persen) suara sah secara nasional, merupakan keputusan yang kurang demokratis. Hal itu juga dinilai bertentangan dengan asas kedaulatan rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Sementara itu PIKA selaku Pemohon Perkara Nomor 73/PUU-XV/2017 menguji Pasal 173 ayat (2) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g dan Pasal 173 ayat (3) UU Pemilu terkait verifikasi parpol. (Lulu Anjarsari)