Sebanyak 150 mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (10/10) siang. Kedatangan mereka diterima oleh Peneliti MK Oly Viana Agustine di Ruang Delegasi MK.
Pada pertemuan itu, Oly menjelaskan secara gamblang mengenai empat kewenangan dan satu kewajiban MK. Kewenangan pertama MK adalah menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Misalnya saja, ada pihak yang menguji hak angket. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merasa dirugikan dengan adanya hak angket yang dilakukan terhadap KPK. “Teman-teman bisa juga menguji undang-undang misalnya anggaran pendidikan 20 persen masih dianggap kurang,” ujar Oly kepada para mahasiswa.
Prosedur permohonan pengujian undang-undang ke MK, lanjut Oly, bisa dilakukan datang langsung ke MK maupun secara online. Permohonan secara online sangat membantu dan memudahkan Pemohon, baik terkait batas waktu permohonan maupun efisiensi biaya.
“Seperti Pemohon yang berasal dari Papua yang terbatas waktu 3 x 24 jam dan transportasi ke MK. Namun MK menjembatani melalui permohonan secara online,” ucap Oly.
Selain itu, lanjut Oly, salah satu perbedaan antara Mahkamah Konstitusi dengan pengadilan yang lain adalah Mahkamah Konstitusi tidak memungut biaya sepeser pun untuk berperkara. Hal lain, berperkara di MK bisa dilakukan dengan didampingi kuasa hukum atau dilakukan tanpa kuasa hukum. “Pemohonnya bisa perorangan warga negara Indonesia, badan hukum publik maupun privat serta masyarakat hukum adat,” jelasnya.
Berikutnya, Oly menjelaskan kewenangan kedua MK yaitu memutus sengketa kewenangan lembaga negara. “Siapa pihak yang menjadi Pemohon dalam sengketa kewenangan lembaga negara? Pemohonnya adalah lembaga negara yang kewenangannya sudah diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945,” imbuh Oly kepada para mahasiswa.
Kewenangan lainnya dari MK adalah memutus sengketa pada Pemilihan Umum dan memutus pembubaran partai politik. “Sedangkan kewajiban MK adalah memutus pendapat DPR terkait adanya dugaan Presiden dan atau Wakil Presiden melanggar hukum maupun melakukan perbuatan tercela,” jelasnya. (Nano Tresna Arfana/LA)