Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi narasumber kuliah umum Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM) pada (29/9) di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kuliah umum tersebut dihadiri oleh Rektor UNLAM Sutarto Hadi dan sejumlah mahasiswa.
Dalam kesempatan tersebut, Anwar menyampaikan materi tentang “Kewenangan MK Menurut UUD 1945 dan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi”. Di awal pemaparannya, ia menerangkan mengenai sejarah lahirnya MK yang dipicu dengan adanya kasus Marbury vs Madison pada 1803 di Amerika Serikat. Meskipun sampai saat ini, lanjutnya, Amerika Serikat tidak mempunyai MK, namun kasus Marbury vs Madison menjadi kasus constitutional complaint. “Waktu itu yang dipermasalahkan mengenai SK pengangkatan hakim agung, namun Mahkamah Agung AS dalam putusannya, justru membatalkan ketentuan mengenai pengangkatan hakim agung dalam undang-undang atau judicial review dan menjadi inspirasi lahirnya MK,” terang Anwar.
Sedangkan di Indonesia, MK baru terbentuk usai masa Reformasi pada 2003 melalui Perubahan UUD 1945. Oleh karena itu, MK sering disebut sebagai anak kandung Reformasi. Perubahan UUD 1945 juga mengubah prinsip negara, menjadi negara demokrasi dan nomokrasi. ”Jika demokrasi saja tanpa hukum akan melahirkan kebebasan yang sebebasnya dan melahirkan pemerintah yang otoriter. Untuk itu, NKRI memiliki prinsip demokrasi nomokrasi, demokrasi yang berlandaskan hukum,” jelasnya.
Anwar pun menerangkan bahwa MK mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Mk, lanjutnya, memiliki satu kewajiban memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum atau perbuatan tercela. “Jika dulu sebelum reformasi, presiden mudah digulingkan, maka sekarang melalui proses peradilan, yakni MK,” tuturnya.
Ia mengungkapkan kewenangan yang banyak dilakukan MK, yakni pengujian undang-undang terhadap UUD 1945. Menurut Anwar, jika salah satu peserta kuliah umum merasa hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya sebuah undang-undang, maka dapat mengajukan pengujian undang-undang tersebut ke Mahkamah Konstitusi. (LA/Hendy SW)