Sidang pemeriksaan pendahuluan pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU Administrasi Pemerintahan) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (4/10) siang. Richard Christoforus Massa tercatat sebagai Pemohon Perkara No. 77/PUU-XV/2017 tersebut.
Pemohon merupakan perseorangan warga Indonesia yang bekerja sebagai Direktur Utama PT. Nusantara Ragawisata sejak 2003. Pemohon melakukan pengujian terhadap Pasal 53 ayat (5) UU Administrasi Pemerintahan yang berbunyi, “Pengadilan wajib memutuskan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan diajukan”.
Kuasa hukum Pemohon Muhammad Asrun menjelaskan, Pemohon telah menghadapi gugatan terkait aset PT. Nusantara Ragawisata, terutama aset lahan SHGB Nomor 74/Ungasan dan SHGB Nomor 72/Ungasan yang telah dimenangkan oleh PT Nusantara Ragawisata dengan putusan pengadilan. Pengadilan memutuskan lahan SHGB Nomor 74/Ungasan dan SHGB Nomor 72/Ungasan sebagai milik PT Nusantara Ragawisata.
Dalam proses persidangan, PTUN Denpasar tidak memberikan kesempatan kepada Pemohon untuk didengar sebagai Direktur Utama PT Nusantara Ragawisata yang dapat memberikan penjelasan terkait status hukum kedua lahan tersebut. Namun, ketentuan a quo telah menutup hak Pemohon sebagai Pihak Terkait atau Tergugat II Intervensi dalam pemeriksaan permohonan Fiktif Positif yang diajukan PT Knightbright Luxury. Selain itu, Pemohon juga dapat mempertahankan harta benda yang berada di bawah kekuasaannya dan hak milik pribadi. Pemohon juga menilai, dengan PTUN Denpasar tidak memberikan kesempatan menjadi pihak dalam perkara permohohan Fiktif Positif tersebut dengan alasan UU a quo tidak mengatur masuknya Pihak Terkait dalam pemeriksaan permohonan Fiktif Positif.
“Dengan PTUN Denpasar tidak memberikan kesempatan menjadi pihak dalam perkara permohonan fiktif positif a quo atas alasan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tidak mengatur masuknya pihak Terkait dalam pemeriksaan permohonan fiktif positif a quo, maka Pemohon uji materi telah dirugikan hak konstitusionalnya,” kata Asrun kepada Majelis Hakim MK.
Oleh karena itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta MK untuk Menyatakan Pasal 53 ayat (5) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan karena itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Nasihat Hakim
Menanggapi dalil-dalil Pemohon, Hakim Konstitusi Suhartoyo menanggapi hal terkait putusan berkekuatan hukum tetap. “Bapak maunya kekuatan hukum tetap itu adalah sampai PK luar biasa yang diajukan oleh pihak yang dirugikan. Begitu ‘kan? Itu harus ada clue juga dibuka di situ. Nah itu juga saya kira sandarannya sama, Pak. Bahwa ada tidak, terhadap pihak yang dirugikan bisa mengajukan upaya hukum terhadap putusan. Kalau tidak ada, Bapak mungkin bisa mengupas kembali bahwa ketentuan Pasal 18 UU Nomor 30 Tahun 2014 bisa berhimpitan dengan kerugian konstitusionalitas yang Bapak alami. Tapi sebenarnya Bapak bisa menyederhanakan permohonan Bapak ini dengan memberikan ilustrasi kasus yang Bapak alami,” kata Suhartoyo.
Sedangkan Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul selaku Ketua Panel Hakim menyinggung soal kedudukan hukum Pemohon. “Yang tadi ditegaskan memang disebut sebagai Direktur PT. Nusantara Ragawisata, tapi di uraian selanjutnya adalah sebagai warga negara. Ini perlu juga ketegasan. Kemudian dihubungkan dengan kasus konkret tadi, saya juga berpendapat bahwa permohonan perlu diuraikan lagi kerugian konstitusional dari Pemohon. Lalu prosedur dari fiktif positif itu coba dilihat lagi lebih lanjut. Apakah memang di situ ada dimungkinkan pihak Terkait atau orang berkepentingan bisa dimasukkan?” tandas Manahan. (Nano Tresna Arfana/LA)