Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) menguji secara materiil norma terkait sanksi bagi para penuntut umum yang melakukan kesalahan administrasi dalam melakukan kewenangannya pada perkara pidana anak. Pengujian Pasal 99 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) digelar pada Selasa (19/9) di Ruang Sidang Pleno MK. Noor Rachmad, dkk., yang berprofesi sebagai jaksa dan terdaftar sebagai Anggota PJI tercatat sebagai Pemohon perkara Nomor 68/PUU-XV/2017.
Pemohon yang diwakili Ichsan Zikry mendalilkan hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 99 UU SPPA yang menyatakan: “Penuntut Umum yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun”.
Menurut para Pemohon, Pasal 99 UU SPPA berpotensi memidana para penuntut umum yang melakukan maladministrasi dalam menjalankan wewenang dalam perkara pidana anak. Pasal tersebut dinilai mengintervensi independensi jaksa, padahal seharusnya kesalahan yang bersifat adminstratif dari seorang jaksa dipertanggungjawabkan kepada atasan dalam struktur dan jenjang pengawasan yang sudah disediakan oleh peraturan perundang-undangan seperti yang diatur dalam UU Kejaksaan.
“Pasal 99 UU SPPA telah bertentangan dan menimbulkan ketidakpastian hukum dengan pengaturan dalam UU Kejaksaan yang pada dasarnya menjamin independensi jaksa dalam menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya dalam melaksanakan tugasnya di bidang penuntutan,” jelasnya di hadapan Panel Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra tersebut.
Selain itu, para Pemohon menganggap pemidanaan atas pelanggaran hal yang bersifat administratif seharusnya tidak dapat diawasi dan dikoreksi oleh kekuasaan yudikatif, dalam hal ini adalah peradilan pidana. Pengawasan koreksi oleh sebuah peradilan pidana atas pelanggaran tersebut, dapat dikatakan sebagai intervensi kekuasaan lainnya. Oleh karena itu, para Pemohon meminta agar MK membatalkan keberlakuan Pasal 99 UU SPPA.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan tersebut, Panel Hakim yang juga terdiri dari Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dan Wahiduddin Adams memberikan saran perbaikan. Saldi selaku Ketua Panel Hakim menyarankan agar para Pemohon menguraikan kedudukan hukumnya. Ia menyebut ada dua kedudukan hukum yang digunakan para Pemohon dalam permohonan, maka ia menyarankan agar difokuskan.
“Legal standing mohon ditekankan karena ada dua, sebagai warga negara dan perkumpulan jaksa. Harus dijelaskan bahwa dua-duanya memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan ini. Diperjelas saja,” sarannya.
Pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan. Sidang berikutnya mengagendakan pemeriksaan perbaikan permohonan.
(Lulu Anjarsari/lul)