Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK) M. Guntur Hamzah menerima delegasi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) yang dipimpin Kepala ANRI Mustari Irawan, Selasa (19/9) di lantai 11 Gedung MK.
Dalam kesempatan tersebut, Guntur menyatakan MK sangat terbantu dengan adanya Sistem Informasi Kearsipan Dinamis (SIKD). “Begitu efektifnya pengelolaan administrasi dan dokumen secara elektronik,” ujarnya.
Guntur juga menjelaskan bahwa MK sudah menyerahkan sebanyak 2.900 berkas perkara ke ANRI. Meskipun, imbuhnya, yang ada di MK bukan hanya berkas perkara, namun juga ada berkas keuangan dan lainnya yang belum diserahkan ke ANRI. “Karena begitu rumitnya untuk mengelola berkas-berkas keuangan,” jelas Guntur.
Lebih lanjut, Guntur menjelaskan saat ini MK tengah mengembangkan sistem permohonan online untuk melayani publik yang ingin berperkara di MK. Kemudian ketika perkara diregistrasi, MK akan mengembangkan sistem e-BRPK (Buku Registrasi Perkara Konstitusi).
“Ini kepentingannya kepada Badan Pemeriksa Keuangan yang selalu memeriksa BRPK ini. Tetapi dengan sistem e-BRPK, Badan Pemeriksa Keuangan tidak perlu datang ke MK. Mereka langsung mendapatkan akses kelengkapan data dan informasi valid secara elektronik,” ungkap Guntur. Hal lainnya, MK juga akan mengembangkan sistem e-minutasi yang bertujuan untuk mempercepat penanganan perkara.
Kepala ANRI Mustari Irawan mengatakan bahwa ANRI dan MK sudah lama menjalin kerja sama. “Dari sekian banyak kementerian dan lembaga negara maupun pemerintah daerah, saya kira MK salah satu yang sudah mengimplementasikan SKD (Sistem Kearsipan Dinamis, red.) dengan baik,” ujar Mustari yang didampingi segenap jajaran pejabat ANRI.
Mustari melanjutkan, Indonesia memiliki UU Kearsipan yang mengatur bahwa sebuah arsip diciptakan terkait dengan koneksitas semua kementerian, lembaga negara dan pemerintah daerah yang memiliki unit kearsipan. “Termasuk koneksitas semua lembaga yang berkaitan dengan hukum, bisa diakses satu sama lain,” tambah Mustari.
Belakangan, ungkap Mustari, ANRI sedang berupaya membangun sebuah pusat studi hukum. Bahwa perkara-perkara hukum itu diarsipkan, disimpan dan bisa diakses ke masyarakat sebagai bahan penelitian dan pembelajaran.
“Kalau hal itu bisa diwujudkan, maka saya berharap semua perkara sidang MK bisa menjadi bagian dari pusat studi hukum,” tandas Mustari.
(Nano Tresna Arfana/lul)