Sidang pemeriksaan pendahuluan pengujian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1993 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (18/9). Perkara teregistrasi Nomor 63/PUU-XV/2017 tersebut dimohonkan Petrus Bala Pattyona, advokat dan kuasa hukum Pengadilan Pajak yang berpraktik sejak 1986.
Petrus Bala Pattyona menjelaskan, Pemohon mengajukan pengujian Pasal 32 ayat (3a) UU 6/1993 sebagaimana telah diubah dengan UU 16/2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pasal 32 UU a quo berbunyi, “Persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan.”
Penjabaran dari Pasal 32 UU 6/1993 ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan yang pada pokoknya diatur dalam peraturan Menteri Keuangan sebagai penjabaran Pasal 32 ayat (3a) UU No. 6/1993 berbunyi, “Untuk menjadi kuasa hukum, haruslah konsultan hukum.”
Pemohon beranggapan, ketentuan Pasal 32 ayat (3a) undang-undang tersebut merugikan atau berpotensi merugikan hak konstitusional Pemohon, yaitu atas hak pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk bekerja serta mendapat imbalan, hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Adanya ketentuan Pasal 32 ayat (3a) UU 6/1993 menimbulkan potensi kerugian Pemohon akibat adanya kewenangan mutlak Menteri Keuangan untuk menentukan persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa.
“Peraturan Menteri ini adalah turunan dari Pasal 32 UU 6/1993. Kerugian konstitusional yang dialami Pemohon adalah Pemohon telah ditolak untuk mendampingi klien di Kantor Pajak Bantul. Atas penolakan tersebut, Pemohon menggugat kepala kantor pajak selaku pejabat dan pribadi di Pengadilan Negeri Bantul,” papar Petrus kepada Hakim Panel yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Aswanto.
Tetapi, sambung Petrus, pengadilan negeri mengatakan bahwa permohonan penggugat tidak dapat diterima karena permohonan tidak jelas, tidak boleh digabungkan antara kepentingan pejabat dan pribadi. “Lalu penggugat mengajukan banding. Tetapi sebelum putusan banding terbit, Pemohon mencabut gugatan. Kemudian mendaftarkan dua perkara yaitu menggugat secara pribadi dan menggugat dalam kedudukan selaku pejabat. Dua gugatan ini pun ditolak,” jelas Petrus.
Dikatakan Petrus, ketika Pemohon mengajukan banding, putusan pengadilan menyatakan bahwa gugatan ditolak juga. Dengan alasan, walaupun Pemohon sebagai advokat diberi kewenangan undang-undang untuk mendampingi orang dalam perkara apa saja di dalam dan luar pengadilan, tetapi pengadilan berpendapat bahwa penolakan Pemohon karena bukan konsultan pajak, tetapi diatur dalam Peraturan Menteri dianggap sah.
Nasihat Hakim
Terhadap dalil-dalil Pemohon, Hakim Konstitusi Aswanto meminta Pemohon untuk menguraikan lebih detil kerugian hak-hak konstitusionalnya. “Saudara harus betul-betul menjelaskan secara komprehensif. Bahwa dengan berlakunya Pasal 32 ayat (3a), maka kerugian konstitusional Saudara terjadi seperti apa? Saudara tidak perlu terlalu panjang menguraikan di permohonan. Tapi Saudara menguraikan terlalu panjang karena menguraikan kejadian-kejadian”.
Aswanto juga menyarankan agar Pemohon harus lebih fokus dan bisa lebih komperehensif uraiannya. “Saudara harus meyakinkan Mahkamah bahwa apa yang Saudara alami ini bukan karena implementasi dari sebuah norma, tetapi memang normanya yang bermasalah. Ini yang belum belum nampak. Jangan-jangan sebenarnya normanya tidak ada masalah. Tetapi implementasi norma di lapangan yang jadi masalah,” tandas Aswanto.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati mencermati sistematika permohonan Pemohon sudah benar. “Tapi memang seperti yang dikatakan Pak Ketua tadi bahwa sulit untuk memahami permohonan Anda. Terlihat di sini yang dimasukkan adalah kasus-kasus konkret, dan kasus konkret itu berulang-ulang kali dirumuskan,” ucap Maria.
Selain itu dari segi teknis, Maria menyoroti Pemohon berulang kali menyebutkan ayat tanpa kurung. Ia menegaskan ayat dari pasal itu harus selalu berada di dalam tanda kurung.
Adapun Hakim Konstitusi Suhartoyo mengomentari surat kuasa Pemohon. “Kalau Anda sudah firm bahwa memberi kuasa, mestinya kedudukan Anda sebagai prinsipal bukan didampingi. Kalau pendampingan itu kan di peradilan pidana. Anda kan lawyer dan sudah senior. Tapi kalau Anda ingin maju seperti hari ini, mesti Anda harus pakai toga,” imbuh Suhartoyo.
(Nano Tresna Arfana/lul)