Peneliti Mahkamah Konstitusi (MK) Anna Triningsih menerima audiensi 16 pengurus Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Bangka Belitung dan 36 mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta pada Senin (11/9) di ruang delegasi Gedung MK.
Ketua DPC Permahi Bangka Belitung Abdul Hamzah menuturkan tujuan kunjungan tersebut, yakni untuk mendapat berbagai informasi yang jelas terkait pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) di MK.
Menanggapinya, Anna Triningsih mengatakan bahwa hakikat pengujian Perppu Ormas terkait masalah kebebasan berserikat yang tercantum dalam Pasal 28E UUD 1945. Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 menyebutkan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”.
Dikatakan Anna, kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat di Indonesia sangat berpegang pada falsafah Pancasila dan UUD 1945. “Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 meletakkan landasan bagi kehidupan berbangsa berupa nilai-nilai prinsip demokrasi karena negara kita adalah negara hukum demokrasi konstitusional,” ujarnya.
Anna menjelaskan terdapat beberapa bentuk kebebasan berserikat, yaitu mulai dari lembaga swadaya masyarakat (LSM), partai politik (parpol) hingga ormas. “Ormas yang dimaksud adalah ormas yang didirikan secara sukarela oleh masyarakat berdasarkan persamaan prinsip, aspirasi, kebutuhan, kehendak dan lainnya yang bertujuan untuk pembangunan bangsa,” imbuh Anna.
Dalam pertemuan itu, Anna juga memaparkan kewenangan dan kewajiban MK Republik Indonesia. “MK Indonesia lahir pada 13 Agustus 2003 pasca perubahan UUD 1945 dengan memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban. Kewenangan pertama MK melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945,” jelas Anna.
Kewenangan kedua, sambung Anna, adalah memutus sengketa kewenangan antara lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Anna menjelaskan tidak semua lembaga negara bisa menjadi pemohon. “Lembaga negara yang bisa menjadi pemohon dalam persidangan MK yang kewenangannya diberikan oleh UUD, misalnya DPR atau BPK,” imbuhnya.
Kewenangan ketiga MK adalah menyelesaikan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum. Terakhir, kewenangan keempat adalah membubarkan partai politik. Pada 2004, MK hanya mengadili sengketa hasil Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden, namun sejak 2008 MK juga mengadili sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah.
“Sedangkan kewajiban MK adalah memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil Presiden menurut UUD,” ucap Anna kepada para mahasiswa.
(Nano Tresna Arfana/lul)