Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menyelenggarakan workshop motivasi dan budaya kerja dalam rangka membangun integritas organisasi dan pengembangan komite integritas di lingkungan Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK. Workshop yang berlangsung sejak 7 – 9 September tersebut di Hotel Papandayan, Bandung, merupakan kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kegiatan tersebut dibuka oleh Wakil Ketua MK Anwar Usman dan dihadiri oleh lima hakim konstitusi, yakni Aswanto, Suhartoyo, I Dewa Gede Palguna, Wahiduddin Adams, dan Maria Farida Indrati. Hadir pula dalam kegiatan itu Sekjen MK M. Guntur Hamzah, Panitera MK Kasianur Sidauruk, Staf Deputi Pencegahan KPK Anto Ikayadi, serta pejabat struktural dan fungsional MK.
Dalam sambutannya, Anwar mengucapkan terima kasih kepada KPK atas kerja sama, komitmen serta kehadirannya dalam kegiatan ini. Workshop ini, lanjutnya, penting dilakukan untuk menjaga ritme kelembagaan MK agar tetap memiliki imunitas yang tinggi terhadap segala bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang cenderung semakin intens dalam beberapa tahun ke depan.
Anwar pun mengatakan kegiatan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan juga integritas para peserta. Menurutnya, tindakan korupsi tidak hanya terjadi pada lingkungan eksekutif, melainkan juga pada lingkungan yudikatif dan legislatif. Munculnya kasus korupsi yang terjadi, paparnya, menjadi indikasi bahwa perilaku mental koruptif menjadi penyakit yang amat serius. Ia menyebut salah satu imbas sifat koruptif dan kolutif dalam proses perundang-undangan, antara lain banyaknya peraturan perundang-undangan yang tidak sejalan dengan nilai dan norma yang ada dalam UUD 1945.
Korupsi Kejahatan Luar Biasa
Selain itu, Anwar memaparkan praktik korupsi para penyelenggara negara juga kerap terjadi bahkan berlindung pada peraturan perundang-undangan tersebut. Secara sadar, lanjutnya, mereka memanfaatkan celah-celah yang ada di dalam peraturan tersebut dengan melakukan manipulasi praktik korupsi sehingga pelaksanaan hukum dapat disamarkan seolah menjadi tindakan yang apik dan legal. Dalam hukum perspektif pidana, ia menambahkan korupsi merupakan tindak kejahatan luar biasa yang masih menjadi masalah utama dalam kehidupan bernegara di Indonesia. Menurutnya, dengan meningkatnya tindakan korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana. Tidak saja pada kehidupan perekonomian nasional, tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.
‘‘Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan menjelma sebagai suatu kejahatan luar biasa,” terang Anwar di hadapan para peserta.
Selanjutnya, Anwar menuturkan tindak pidana korupsi telah merugikan keuangan negara yang semestinya digunakan untuk menjalankan dan mewujudkan cita-cita negara berdasarkan UUD 1945. Ia menyebut pelaksanaan pelayanan publik, peningkatan fasilitas publik dan peningkatan kesejahteraan rakyat menjadi terhambat karena adanya korupsi. Lebih jauh lagi, korupsi sejatinya merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Tak hanya itu, korupsi juga merupakan pelanggaran terhadap prinsip negara hukum dan prinsip negara berkesejahteraan dan dapat dikategorikan sebagai pengkhianatan terhadap Konstitusi sebagai hukum tertinggi dan ancaman serius bagi negeri demokrasi.
“Tindak korupsi menjadi musuh bersama pada seluruh elemen bangsa. Sehingga pemberantasannya pun tidak dapat dilakukan secara parsial melainkan dilakukan secara integral dan komperhensif. Untuk itu, diperlukan sinergi bersama untuk mencegah dan memberantasnya. Salah satu upaya dalam memberantas korupsi, menurutnya, menggunakan upaya pencegahan melalui berbagai forum akademis dan ilmiah serta dalam berbagai diklat teknis yang dilaksanakan,” tandas Anwar.
Di akhir sambutannya, Anwar mengatakan penyelenggaraan kegiatan tersebut di dasari beberapa hal, di antaranya banyak pihak yang baru menyadari posisi MK yang begitu strategis karena kewenangan konstitusionalnya yang begitu besar. Hal ini mendorong para pihak yang berperkara untuk mengerahkan segala daya dan upaya untuk memengaruhi putusan hakim dan memenangkan perkara yang diajukan dengan cara mencari titik terlemah yang ada di MK. Kemudian banyak kasus-kasus perundang-undangan yang sangat bernuansa politik sehingga berpotensi mengundang intervensi cabang-cabang kekuasaan lain untuk mempengaruhi putusan yang akan menganggu independensi dan imparsialitas hakim konstitusi. Untuk itu, kegiatan yang merupakan bagian dari pendidikan antikorupsi Program Tunas Integritas KPK tersebut menjadi penting untuk digelar. Workshop yang berlangsung selama tiga hari tersebut nantinya juga akan membentuk Komite Integritas. (Utami Argawati/LA)