Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati menjadi pembicara pada Seminar Nasional bertajuk “Perlindungan Hak Konstitusional Masyarakat Pesisir Pulau-Pulau Terluar” di Universitas Samratulangi Manado, Kamis (24/8). Mengawali paparannya, Maria mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada sivitas akademika Fakultas Hukum (FH) Unsrat atas diselenggarakannya seminar nasional ini.
“Tema seminar ini penting dan menarik, terkait perlindungan hak konstitusional masyarakat adat. Bukan saja berbicara soal penghormatan atas martabat kemanusiaan, melainkan juga membicarakan tantangan kita untuk berkonstitusi secara konsisten,” Ungkap Maria dihadapan Dekan FH Unsrat Telly Sumbu dan segenap peserta seminar.
Maria menyampaikan sebelum negara Indonesia berdiri, masyarakat lokal, masyarakat tradisional atau masyarakat adat, telah lebih dulu eksis bermukim dan mendiami wilayah-wilayah negara ini. Dengan segenap hak tradisional yang melekat padanya, pranata yang dipraktikkan turun temurun, serta kearifan lokal yang dimiliki, mereka tumbuh dan hidup. “Maka wajar, dengan berpijak pada fakta itu, founding fathers kemudian membuat rancang bangun hukum dan negara Indonesia ini dengan sama sekali tidak menafikkan eksistensi mereka,” ujar Maria.
UUD 1945 disusun dengan cita-cita yang berakar kuat dari semangat kebangsaan disertai pengalaman-pengalaman ketatanegaraan adat masyarakat pra-Indonesia. Soepomo dalam rapat di BPUPK menyatakan “dasar dan susunan negara berhubungan dengan riwayat hukum dan lembaga sosial dari negara itu sendiri”. Itulah sebabnya, lanjut Maria, pemikiran untuk memberikan pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat adat telah mengemuka sejak awal-awal pembahasan rancangan UUD 1945. Bahkan akhirnya, pengakuan dan penghormatan itu disepakati untuk dimuat dalam ketentuan Pasal 18 beserta Penjelasannya.
“Mengakui dan menghormati masyarakat adat berarti secara serta merta memberikan pengakuan dan penghormatan kepada hak-hak konstitusional mereka sebagai warga negara yang dijamin oleh UUD 1945. Pengakuan dan penghormatan itulah yang kemudian menimbulkan kewajiban bagi negara untuk melindungi, menghormati, dan memenuhi hak-hak konstitusional tersebut,” jelasnya.
Maria menegaskan masyarakat adat tersebut memiliki kedaulatan, tepatnya kedaulatan atas sumber-sumber ekonomi di wilayahnya. Kedaulatan semacam itulah, imbuhnya, yang tidak boleh tergerus, seiring kehadiran negara melalui regulasi-regulasinya. “Regulasi itu diperlukan, namun beragam pranata masyarakat adat jelas tidak bisa dinegasikan. Jika penegasian terjadi, selain ahistoris, tindakan itu jelas merupakan bentuk penentangan yang nyata terhadap UUD 1945,” ujarnya.
Berkenaan dengan perlindungan masyarakat pesisir, Maria menjelaskan Putusan MK terkait perkara Pengujian UU Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Putusan Nomor 3/PUU-VIII/2010 tanggal 16 Juni 2011). Putusan tersebut, menurutnya, menjawab problem konstitusionalitas mengenai pemberian hak pengusahaan perairan pesisir (HP-3). Dalam uraian argumentasi hukum putusan itu, ada sejumlah hal menarik yang perlu dikemukakan dan dapat dijadikan rujukan hukum guna memberikan proteksi hak-hak tradisional masyarakat pesisir akan hak-haknya.
Hak-hak tersebut, antara lain hak sumber-sumber kekayaan alam yang terkandung di dalam pesisir dan pulau-pulau kecil, hak pengakuan bahwa di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil telah terdapat hak-hak perseorangan, hak masyarakat adat serta hak masyarakat nelayan tradisional, hak badan usaha, atau hak masyarakat lainnya serta berlakunya kearifan lokal, yaitu nilai-nilai luhur yang masih berlaku dalam tata kehidupan masyarakat.
Selain itu, masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil juga mendapatkan hak kebebasan untuk mengatur dan membuat kebijakan atas wilayah pesisir dibatasi dengan ukuran “untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”, maka Mahkamah Konstitusi memberi rambu-rambu untuk memastikan apakah pengaturan oleh negara akan memberikan sebesar-besar kemakmuran rakyat.
“Ada empat tolok ukur sebagai rambu-rambu, yaitu kemanfaatan sumber daya alam bagi rakyat, tingkat pemerataan manfaat sumber daya alam bagi rakyat, tingkat partisipasi rakyat dalam menentukan manfaat sumber daya alam, serta penghormatan terhadap hak rakyat secara turun temurun dalam memanfaatkan sumber daya alam,” terangnya.
(hendy/lul)