Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perkara nomor 29/PUU-V/2007 tentang pengujian UU No. 8 Tahun 1992 tentang Perfilman (UU Perfilman) terhadap UUD 1945, (Senin, 10/12/07), dengan agenda Perbaikan Permohonan.
Permohonan ini diajukan oleh lima orang yang masing-masing bertindak untuk dan atas nama dirinya sendiri, baik sebagai perorangan maupun kelompok yang mempunyai kepentingan yang sama. Kelima orang itu antara lain, Annisa Nurul Shanty K. (Aktris), Muhammad Rivai Riza (Produser film), Nur Kurniati Aisyah Dewi (Produser film), Lalu Rois Amriradhiani (Penyelenggara Festival Film), dan Tino Saroengallo (Pengajar dan Sutradara Film).
Dalam petitumnya, para Pemohon meminta Majelis Hakim Konstitusi menyatakan Pasal 1 angka 4 Bab V, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 40, dan Pasal 41 ayat (1) huruf b UU Perfilman sepanjang mengenai ketentuan tentang Penyensoran melanggar Pasal 28C ayat (1) dan Pasal 28F UUD 1945 serta menyatakan ketentuan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dalam alasan permohonannya, para Pemohon menyatakan bahwa penyensoran yang dilakukan Lembaga Sensor Film (LSF) dengan cara menolak secara utuh film karena alasan tematis dan/atau meniadakan dengan cara memotong bagian-bagian film berupa judul, tema, dialog, gambar dan/atau suara tertentu, telah merugikan hak konstitusional para Pemohon selaku pelaku perfilman Indonesia. Selain itu, para Pemohon juga berpendapat bahwa selama ini tidak ada parameter atau ukuran yang jelas tentang penyensoran.
Pada persidangan ini, Pemohon IV Lalu Rois Amriradhiani membacakan daftar Ahli yang diajukan pada sidang berikutnya, yaitu Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, M.A., kapasitas ahli ini sebagai ahli kajian gender dan agama, Goenawan Mohamad, kapasitas ahli ini sebagai tokoh pers dan penulis yang dikenal sebagai pejuang kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi, Seno Gumira Aji Darma, kapasitas ahli ini sebagai staf pengajar Institut Kesenian Jakarta (IKJ) untuk studi kajian film dan dikenal publik sebagai kritikus film dan penulis, Muhammad Fajroel Rahman kapasitas ahli ini sebagai aktivis gerakan demokrasi yang selama ini memiliki pengalaman langsung pada soal-soal pentingnya kebebasan berpendapat, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, kapasitas ahli ini sebagai tokoh masyarakat yang dikenal sangat concern terhadap demokratisasi di Indonesia termasuk di dalamnya soal perlindungan hak-hak asasi manusia, kebebabasan berekspresi dan pluralisme, Ariel Haryanto, M.A, kapasitas ahli ini sebagai ahli studi Indonesia yang memfokuskan diri pada kajian sejarah perkembangan film Indonesia, Zumrotin KS, kapasitas ahli ini sebagai tokoh yang dikenal publik sebagai pejuang HAM dan perlindungan konsumen, Dr. Effendi Ghazali, kapasitas ahli sebagai ahli kajian komunikasi terutama komunikasi politik.
Sementara untuk Saksi, Pemohon akan mengajukan Enison Sinaro sebagai sutradara film, Mira Lesmana sebagai produser film, Dian Sastrowardoyo alumni jurusan filsafat fakultas ilmu budaya Universitas Indonesia yang juga artis, dan Jafar mantan staf LSF.
Sebelum menutup sidang, Ketua Majelis Panel Prof. Dr. Mohamad Laica Marzuki, S.H mengesahkan 12 alat bukti yang dilampirkan dalam Permohonan untuk Perkara Nomor 29/PUU-V/2007 ini, dan akan melaporkan nama-nama Saksi atau Ahli yang diajukan oleh para Pemohon kepada Rapat Permusyawaratan Hakim. (Prana Patrayoga Adiputra)