Ketua Mahkamah Konstitusi menjadi narasumber dalam Seminar Nasional Badan Pengkajian MPR RI yang bertajuk “Memperkuat Konsistensi Pelaksanaan UUD 1945”. Seminar tersebut diselenggarakan oleh MPR RI bekerja sama dengan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu (19/8).
Turut hadir dalam kegiatan tersebut beberapa ketua lembaga negara dan mantan pejabat negara, di antaranya Wakil Ketua MPR E. E. Mangindaan, Ketua Komisi Yudisial Aidil Fitriciada Azhari, Ketua Lembaga Pengkajian MPR Bambang Sadono, Ketua Ombudsman Amzulian Rifai, mantan Menkumham Andi Mattalata, serta Mahfud MD selaku Ketua Umum APHTN-HAN. Adapun para peserta seminar merupakan pengurus APHTN-HAN yang datang dari seluruh daerah di Indonesia.
Dalam kesempatan itu, Arief memaparkan materi dengan tema “Ide-ide dan Konstruksi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai Penguatan Konsisten Pelaksanaan UUD 1945”. Menurutnya, untuk memahami ide dan konstruksi UUD 1945 bukan sekadar mengeja kalimat-kalimat eksplisit yang dimuat di dalamnya, melainkan harus mendalami segala hal yang tidak tersurat.
“Undang-Undang Dasar suatu negara tidak dapat dimengerti kalau hanya dibaca teksnya begitu saja. Untuk mengerti sungguh-sungguh maksud dari Undang-Undang Dasar suatu negara, harus juga dipelajari bagaimana terjadinya teks itu, keterangan-keterangan, dan dalam suasana apa teks itu dibuat,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Arief menekankan bahwa UUD 1945 menalurikan sistem hukum yang bertujuan menjaga ketertiban dan kedamaian dalam masyarakat. Sistem hukum tersebut merupakan sistem hukum Pancasila, yakni sistem hukum dengan sifat, corak, dan watak khas yang berakar dari pola kultur dan tradisi bangsa Indonesia yang luhur. “Sistem ini bahkan mengombinasikan kebaikan berbagai sistem hukum,” lanjutnya.
Ide dan Konstruksi UUD 1945
Arief juga mengaskan bahwa UUD 1945 harus memiliki visi dan daya jangkau jauh ke depan guna mewujudkan kepastian hukum yang adil secara berkelanjutan. Dengan kata lain, perlu UUD yang memiliki daya laku berjangka panjang. Artinya, meskipun bukan dokumen yang sakral, UUD 1945 sebaiknya tidak sering dan mudah diubah.
“Manakala UUD 1945 sering dan gampang diubah, maka perubahannya berimplikasi pada mengimplikasikan perubahan hukum-hukum di bawahnya, Semakin sering hukum berubah-ubah, kepastian hukum yang adil secara berkelanjutan akan sulit diwujudkan,” tegasnya.
Menutup sambutannya, Arief menekankan tidak ada satu pun pihak yang dapat menegakkan UUD 1945 dan mewujudkan tujuan nasional tanpa dukungan pihak lain. Untuk itu, demi menjamin tegaknya konstitusi, diperlukan kolaborasi serta hubungan sinergis di antara lembaga negara pada semua cabang kekuasaan.
“Dengan kata lain, tegak dan dilaksanakannya UUD 1945 meniscayakan relasi antar lembaga negara, yang dilandasi oleh semangat tersirat dalam UUD 1945, tanpa saling mengintervensi, dengan disertai respek kolektif untuk saling menghormati kewenangan masing-masing lembaga negara,” tutupnya.
(Bayu Wicaksono/lul)