Makhkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan terhadap uji materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Pasal 17 Ayat (1) huruf a (UU UJ) di Ruang Sidang Pleno MK, Kamis (3/8). Perkara yang teregistrasi Nomor 43/PUU-XV/2017 tersebut diajukan oleh Donaldy Christian Langgar sebagai perorangan warga negara Indonesia.
Dalam pokok permohonannya, Pemohon menilai UU JN tidak berlaku efektif sehingga Pemohon diperdayai hak konstitusionalnya dalam pembuatan akta-akta otentik. Pemohon menilai, jabatan notaris tidak mengindahkan ancaman sanksi hukum jika terjadi perbuatan melanggar hukum di luar tempat kedudukannya sehingga penyampaian larangan dalam makna UU JN itu tidak dilakukan oleh notaris yang terkait.
Pada keterangannya di hadapan Mahkamah, Pemohon yang memiliki tanah bersertifikat Nomor 24.08.19.02.1.00851 dan 24.08.19.1.00852 yang terbit di Kantor BPN Kabupaten Ende, NTT tersebut mempertanyakan UU JN pada frasa ‘...wilayah jabatannya’. Menurutnya, frasa tersebut tidak sesuai dengan tempat kedudukan notaris ketika jabatan dijalankan sehingga UU tersebut tidak berlaku efektif dan bermakna ganda.
“Pemohon merasa aneh dengan kejadian pembuatan hibah dan kuasa di kantor notaris di Surabaya. Tidak ada pengecekan sertifikat, sedangkan tanah yang dimaksudkan ada di Kabupaten Ende, namun notaris tidak memberi tahu Pemohon mengenai cakupan wilayah jabatan dari notaris, menurut Pemohon di sini Pemohon telah menjadi korban,” terang Donaldy di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati.
Nasihat Hakim
Menanggapi laporan Pemohon, Hakim Konstitusi Maria pun memberikan serangkaian saran perbaikan permohonan, di antaranya terkait sistematika permohonan dan petitum. Di samping itu, dalam nasihatnya Maria pun menekankan perlunya Pemohon mendalami norma yang dimaksudkan bertentangan dengan UUD 1945.
“Kalau hal yang diceritakan itu sebetulnya adalah masalah konkret karena berkaitan dengan hak atas tanah dan hibah kemudian dimintakan permohonan itu pada notaris. Namun, penekanan hak dan konstitusional yang termuat merugikan itu harus ada kolerasinya,” tegas Maria.
Di samping itu, Maria pun menegaskan terhadap pasal yang diujikan tersebut belum terdapat batu uji sehingga masih sebatas implementasi dari sebuah pasal. Untuk itu, diharapkan Pemohon dapat mempelajari contoh dari perkara lain yang serupa yang pernah diajukan ke MK agar Pemohon dapat melakukan perbaikan.
Sementara, Hakim Konstitusi Manahan M. P. Sitompul menyoroti keterkaitan antara pasal yang diujikan dengan hak konstitusional Pemohon yang secara langsung dirugikan atas penerapan pasal tersebut. “Saya ingin menegaskan kasus ini sebenarnya kasus konkret, yang artinya Anda punya perkara. Namun apa kira-kira yang Anda hadapi dengan pasal ini secara langsung?” tanya Manahan.
Hakim Konstitusi Aswanto pun memberikan nasihat terkait penegasan Pemohon dalam mengajukan substansi dari permohonan. “Saudara tinggal perbaiki atas segala nasihat agar semua sesuai ketentuan hukum acara, baik format, terutama uraian tentang substansi permohonan,” jelasnya.
MK memberikan waktu selama 14 hari bagi Pemohon untuk memperbaiki Permohonan hingga Rabu 16 Agustus pukul 08.00 WIB. Agenda sidang berikutnya adalah perbaikan permohonan.
(Trisia Margareta/Sri Pujianti/lul)