Sidang uji materiil Pasal 35 ayat (4) huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (31/7) di Ruang Sidang Pleno MK. Agenda sidang perkara Nomor 34/PUU-XV/ 2017 tersebut adalah perbaikan permohonan.
Kuasa Hukum Pemohon Deny Setya Bagus Yuherawan menyebut pokok-pokok perbaikan di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Aswanto. Ia menjelaskan adanya penambahan sebagai objek pengujian, yakni Pasal 34 ayat (2) huruf d terkait frasa ‘cakupan wilayah’.
“Lainnya kami juga mengubah dan menambah petitum. Selain itu, kami juga sudah menghapus logo Universitas Trunojoyo di berkas permohonan,” jelasnya.
Sebelum sidang diakhiri, Deny sempat mengulang kembali resume perkara guna memberikan penjelasan singkat pada tokoh masyarakat Madura yang turut menyaksikan persidangan.
Pemohon perkara ini adalah para kepala daerah di Madura, yakni Bupati Bangkalan Muhammad Makmun, Wakil Bupati Sampang Fadhilah Budiono, Bupati Pamekasan Achmad Syafii, dan Bupati Sumenep Busyro Karim sebagai Pemohon I. Selain itu, Pemohon I juga terdiri dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dari sejumlah kabupaten, yakni Ketua DPRD Kabupaten Bangkalan Imron Rosyadi, Ketua DPRD Kabupaten Sampang Imam Ubaidillah, Ketua DPRD Kabupaten Pamekasan Halili, dan Ketua DPRD Kabupaten Sumenep Herman Dali Kusuma.
Adapun Pemohon II adalah Ketua Aliansi Ulama Madura (AUMA) Ali Karrar Shinhaji, Sekjen Badan Silahturrahmi Ulama dan Pesantren Madura (Bassra) Nurudin A Rachman, serta Ketua Umum Panitia Nasional Persiapan Pembentukan Provinsi Madura Achmad Zaini.
Para Pemohon menilai Madura sudah memenuhi persyaratan untuk menjadi satuan pemerintahan tersendiri. Hal itu merujuk pada segi persyaratan dasar/kapasitas daerah maupun persyaratan administratif sebagaimana diatur dalam UU Pemda. Namun ketentuan pasal yang diuji menjadi hambatan Madura menjadi provinsi. Sebab, isi pasal mensyaratkan pembentukan provinsi baru minimal terdapat lima kabupaten/kota.
(ARS/lul)