Ketentuan Pasal 45A ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU MA) yang mengecualikan putusan pejabat daerah untuk dapat dikasasi ke MA telah menimbulkan kekhawatiran akan lemahnya pengawasan terhadap putusan pejabat daerah yang dianggap merugikan masyarakat.
Pendapat tersebut dikemukakan oleh Prof. Soehino, S.H., ahli hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada persidangan uji materiil Pasal 45A ayat (2) huruf c di ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (3/12). Soehino juga menambahkan apabila pengawasan tersebut tidak dilakukan sebagaimana mestinya maka putusan-putusan para pejabat di daerah menjadi kurang dapat dipertanggungjawabkan. âKarena kurang pengawasan sehingga lalu mereka itu dapat membuat atau berbuat menurut kepentingannya sendiri,â imbuhnya.
Ahli hukum tata negara yang diajukan oleh Pemohon ini juga berpendapat bahwa ketentuan pembatasan kasasi tersebut telah menimbulkan diskriminasi terhadap penegakan hukum di mana Warga Negara Indonesia tidak memiliki kedudukan yang sama untuk mendapatkan hak atas hukum dan keadilan.
âSejak semula sudah terpikirkan oleh saya adanya ketidaksamaan hak asasi antara daerah dan pusat, terutama mengenai putusan-putusan pejabat yang objeknya itu hanya berlokasi di daerah dan yang berlokasi nasional atau di pusat,â ujar Guru Besar Luar Biasa UGM ini.
Perkara uji materiil atas muatan Pasal 45A ayat (2) huruf c tersebut dimohonkan oleh Hendriansyah, direktur C.V. Sungai Bendera Jaya yang bergerak dibidang pengelolaan sarang burung walet. Hendriansyah mengajukan uji materiil ketentuan tersebut karena niatnya mengajukan kasasi ke MA atas putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) Jakarta yang memenangkan perkara banding Bupati Kutai Timur terganjal dengan adanya ketentuan tersebut. Sebelumnya, Hendriansyah menggugat keputusan Bupati Kutai Timur yang mencabut ijin usaha pengelolaan sarang burung waletnya melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Samarinda. Namun putusann PTUN Samarinda yang memenangkan Hendriansyah dibatalkan oleh PT.TUN Jakarta.
Sedianya, persidangan kali ini juga akan mendengarkan keterangan ahli Pemohon lainnya, Prof. Saroso Hamengpranoto, S.H., M.Hum. Akan tetapi karena ahli tersebut tidak hadir, Ketua Majelis Hakim Konstitusi Jimly Asshiddiqie, meminta agar ahli tersebut memberikan keterangan tertulis. âKami harap dalam waktu satu minggu sudah disampaikan kepada Mahkamah,â pungkas Jimly sebelum menutup sidang. [ardli]