Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan), Senin (3/12), dengan agenda pemeriksaan pendahuluan.
Perkara No. 28/PUU-V/2007 ini dimohonkan oleh Ny. A. Nuraini dengan kuasa hukum Ahmad Bay Lubis, S.H., A.H. Wakil Kamal, S.H., dan Yanriho H.B. Sibuea, S.H. Dalam permohonannya, Pemohon merasa dirugikan akibat berlakunya Pasal 30 Ayat (1) huruf d UU Kejaksaan, yang berbunyi: âMelakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undangâ. Menurut Pemohon, fungsi dan kewenangan penyidikan oleh Kejaksaan RI yang bersandar kepada ketentuan ini sangat tidak lazim. Hal ini dapat dilihat dari berbagi undang-undang yang berkaitan dengan tugas dan fungsi penegakan hukum.
Akibat penerapan Pasal 30 ayat (1) huruf d UU Kejaksaan ini, Pemohon beralasan pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarganya terhalang karena suaminya ditahan Kejaksaan Agung. âAkibat tindakan ini, menyebabkan beberapa usaha bisnis yang telah dirintis dengan susah payah oleh pemohon bersama dengan suami Pemohon menjadi hancur berantakan dan tak terurus,â jelas Kuasa Hukum Pemohon.
Dalam Petitumnya Pemohon meminta Majelis Hakim Konstitusi mengabulkan permohonan Pemohon dan menyatakan Pasal 30 Ayat (1) huruf d UU Kejaksaan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) juncto Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Terhadap penjelasan Kuasa Hukum Pemohon, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna, S.H., M.H. meminta Pemohon untuk lebih mensistematisasi permohonan dengan mencantumkan kalimat Pasal 1 ayat (3) huruf d UU Kejaksaan. Kedua, terkait dengan legal standing pemohon, Hakim Palguna menasihati Pemohon untuk lebih baik menjadikan suami Pemohon sebagai Pemohon Prinsipal dalam perkara ini. âSebenarnya, yang paling dirugikan adalah orang yang terkena langsung ketentuan pidana ini. Dasar kerugian konstitusional istri tentunya berbeda dengan si suami. Meskipun si suami ditahan, pihak kuasa hukum pemohon tentunya masih bisa meminta dia memberi kuasa kepada anda semua,â nasihat Palguna pada Kuasa Pemohon.
Senada dengan Palguna, Hakim Konstitusi Prof. Abdul Mukthie Fadjar, S.H., M.S. menyarankan Pemohon supaya menyertakan si suami sebagai Pemohon Prinsipal. Selain itu, Prof. Mukthie juga menegaskan kepada Kuasa Hukum Pemohon apakah akan meminta pengujian terhadap keseluruhan Pasal 30 ayat (1) UU Kejaksaan ataukah khusus pada Pasal 30 ayat (1) huruf d.
Terhadap masukan-masukan Hakim di atas, Kuasa Hukum Pemohon menegaskan bahwa pihaknya hanya menguji Pasal 30 ayat (1) huruf d UU Kejaksaan saja. âKami juga telah melakukan perbaikan terhadap permohonan kami sebelum panel berlangsung. Namun petugas penerima permohonan menyarankan bahwa perbaikan nanti saja menunggu saran dan petunjuk dari para Hakim di dalam persidangan ini,â urai Pemohon.
Sebelum mengakhiri sidang, Ketua Panel Hakim Letjen. TNI (Purn) H. Achmad Roestandi, S.H. memberi waktu 14 hari bagi Pemohon untuk memperbaiki permohonannya. (Wiwik Budi Wasito)