Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar Halaqah Konstitusi dengan tema "Sosialisasi Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara bagi Pengurus Masjid dan Masyarakat Kota Bekasi" pada Jumat (16/6) di Pusdiklat MK, Bekasi. Hadir dalam kegiatan tersebut Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams sebagai narasumber yang memaparkan mengenai materi "Islam dan Konstitusionalisme".
Dalam kesempatan itu, Wahiduddin menyampaikan perkara yang diperiksa oleh MK didominasi oleh aturan yang bersifat perdata Islam. Hal tersebut tidak terlepas dari aturan-aturan hukum Islam yang bersifat keperdataan, seperti perkawinan-perceraian, waris, dan wakaf yang semuanya menjadi diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Sedangkan dalam bidang publik, misalnya dalam hal hukum pidana (jinayah), syariah Islam tidak diterapkan secara nasional namun hanya berlaku di Provinsi Aceh melalui Peraturan Daerah (Qanun).
Namun, seiring dengan berkembangnya ekonomi syariat, lanjut Wahid, tuntutan masyarakat untuk memperoleh kejelasan mekanisme ekonomi syariat membuat undang-undang yang mengatur hal tersebut bisa menjadi obyek pengujian di MK. Ekonomi syariat berada dalam wilayah perdata. Namun karena memiliki titik singgung yang besar dalam hal kemaslahatan, maka ekonomi syariat juga memiliki nuansa kepentingan publik. Saat ini, pemerintah telah banyak mengeluarkan undang-undang yang mengatur tentang ekonomi syariat, misalnya UU Pengelolaan Zakat, UU Wakaf, peraturan yang berkaitan dengan perbankan syariat, asuransi syariat, obligasi syariat, hingga lembaga keuangan mikro syariat. "Ini menunjukkan negara sudah mengakomodir nilai Islam dalam perundang-undangan," ujarnya.
Halaqah yang telah berjalan sebanyak tiga kali selama Ramadan tersebut bertujuan untuk menyosialisasikan hak konstitusional warga negara. Pemilihan peserta dari kalangan pengurus masjid dan DKM dengan alasan kedekatannya dengan masyarakat.
(Lulu Anjarsari/lul)