Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat menghadiri Konferensi Nasional Etika Kehidupan Berbangsa yang diselenggarakan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di Gedung Nusantara IV Komplek MPR/DPR/DPD RI, Rabu (31/5).
Saat konferensi pers usai acara, Arief menuturkan perlu adanya tiga komponen penting untuk menumbuhkan hukum di Indonesia, yaitu struktur hukum, substansi hukum, dan kultur hukum. “Salah satu yang akan kita bangun adalah kultur untuk melengkapi dua yang lain. Jadi, Indonesia dari zaman reformasi sudah membangun struktur dan substansi hukum, tapi kultur, yang di baliknya ada etika dan moral, itu belum terbangun dengan baik,” paparnya
Menurutnya, Pemerintah harus membangun kultur hukum agar masyarakat menyadari pentingnya hidup damai berdasar pada hukum di Indonesia. “Karena kalau kita bisa lihat selama ini, mulai zaman orde baru, selalu yang dibangun adalah struktur, substansi, sumber daya hukum, dan sarana prasarana hukum. Namun, kita lupa membangun kultur hukum sehingga ada lubang yang menganga besar,” imbuhnya.
Menurut Arief, agar seseorang taat hukum, harus dibentuk ketaatan yang tumbuh secara sukarela. Ia melanjutkan ketaatan sukarela tersebut dapat tumbuh karena moral dan keyakinan bahwa perbuatan baik akan menular pada orang lain. “Jadi tidak perlu dengan kekerasan dan paksaan. Taat hukum itu berarti semua bisa taat dan sadar akan pentingnya kita hidup bersama secara damai, toleransi dan saling menghormati,” tegasnya mengakhiri konferensi pers dihadapan para wartawan.
MPR RI menyelenggarakan Konferensi Nasional dengan tema Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara yang merupakan rangkaian peringatan Pekan Pancasila pada Hari lahirnya Pancasila 1 Juni. Konferensi tersebut merupakan hasil kerja sama tiga lembaga negara, yakni MPR, Komisi Yudisial (KY), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Konferensi tersebut memiliki tiga tujuan. Pertama, mendapatkan masukan mengenai arah kebijakan yang perlu diambil dalam rangka mengimplementasikan etika kehidupan berbangsa. Kedua, mendapatkan masukan mengenai kaidah pelaksanaan internalisasi dan sosialisasi etika kehidupan berbangsa. Ketiga, mendapatkan masukan mengenai langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka penegakan etika kehidupan berbangsa.
(Bayu Wicaksono/lul)