Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang perbaikan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian juncto UU Nomor 29 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 (UU Ketransmigrasian), Senin (5/6). Sidang perkara teregistrasi Nomor 21/PUU-XV/2017 tersebut dipimpin Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dengan didampingi Hakim Konstitusi Aswanto serta Saldi Isra.
Dalam perbaikannya, para Pemohon yang diwakili Resa Indrawan menekankan pada dua hal, yaitu ketidakjelasan pengadaan tanah untuk program transmigrasi yang dicanangkan pemerintah daerah dan tahap pemberian ganti kerugian atas tanah untuk penyelenggaraan transmigrasi tersebut.
“Tidak jelasnya pengadaan tanah untuk transmigrasi karena hanya diatur Pasal 23 ayat (1) dan 24 dan pada praktiknya menimbulkan multitafsir. Untuk itu, MK perlu memberikan tafsir terhadapnya secara berprasyarat,” ujar Resa.
Nasihat Hakim
Menanggapi perbaikan permohonan yang diajukan oleh Sudding Dg Nyau, Muntu Dg Situju, dan Sakarang Dg Tappo tersebut, Majelis Hakim kembali memberikan pertanyaan dan meminta Pemohon menegaskan kerugian hak konstitusionalnya yang masih belum jelas pada pokok perbaikan permohonan.
Hakim Konstitusi Palguna menyampaikan bahwa materi undang-undang dalam hal pelaksana memang tidak rinci, untuk itu pada persidangan sebelumnya Mahkamah meminta agar para Pemohon merinci keterkaitannya dengan undang-undang lain, bahkan sampai SK Gubernur. “Ini belum dirincikan dan bahkan jika ada ketidakabsahan pada SK Gubenur yang dimaksudkan, maka bisa diajukan di pengadilan perdata. Jadi, ini tidak ada perbaikannya,” tegas Palguna.
Adapun Hakim Konstitusi Saldi menanyakan terkait pokok-pokok permasalahan yang belum diselesaikan Pemohon pada Pemerintah. “Dua kali sidang hari ini dan sebelumnya saudara selalu menyebut di koran, apakah prinsipal pernah menanyakan langsung? Kan tanah yang tiga Pemohon ada sertifikatnya, tanah yang dipersoalkan hampir 17.000 m², sedangkan tanah yang disiapkan Pemda 7.000-an m². Jadi, ada hal-hal pokok yang belum diselesaikan prinsipal pada Pemerintah. Itu sudah ditanyakan?” tanya Hakim Konstitusi Saldi pada Kuasa Hukum para Pemohon.
Hakim Konstitusi Aswanto kembali menegaskan bahwa perkara tersebut merupakan persoalan implementasi. “Hal yang diminta para Pemohon sudah terjawab pada penjelasan dalam Pasal 23. Jadi, ini persoalan implementasi di lapangan,” tegas Hakim Konstitusi Aswanto.
Pada akhir sidang, Palguna pun mengesahkan bukti tambahan yang disampaikan para Pemohon. Selanjutnya, para Pemohon diharapkan menunggu kabar dari kepaniteraan setelah para Hakim Konstitusi menggelar Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang menentukan layak atau tidak perkara tersebut lanjut ke persidangan.
(Sri Pujianti/lul)