Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji UU No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (UU SKN) terhadap UUD 1945, (Senin, 26/11) dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan.
Perkara No. 27/PUU-V/2007 ini dimohonkan oleh Saleh Ismail Mukadar, S.H., Ketua Umum KONI Kota Surabaya sekaligus Ketua Komisi E DPRD Provinsi Jawa Timur dengan kuasa hukum Muhammad Sholeh, S.H. dkk., dari Tim Advokasi Anti Diskriminasi.
Pemohon menganggap UU a quo, khususnya Pasal 40 yang memuat ketentuan âPengurus komite olah raga nasional, komite olah raga provinsi, komite olah raga kabupaten/kota bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publikâ bertentangan dengan hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945. Akibat ketentuan tersebut menyebabkan Pemohon tidak dapat menjabat Ketua Umum KONI Surabaya bersamaan dengan jabatan Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur.
Pemohon juga menganggap UU a quo yang melarang pejabat publik ikut aktif dalam memajukan dunia olahraga dengan menjadi pengurus komite olah raga (KONI), sangat diskriminatif. Karena pada sisi lain, pengurus cabang olah raga (cabor) tidak dilarang oleh pejabat publik. Pemohon mencontohkan Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Indonesia yang dijabat Sutiyoso saat masih menjadi Gubernur DKI Jakarta dan Ikatan Pencak Silat Indonesia Jawa Timur yang dijabat oleh Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, padahal cabang olah raga juga merupakan bagian dari KONI.
Dalam petitum yang dibacakan oleh Kuasanya, Pemohon meminta Majelis Hakim Konstitusi mengabulkan permohonan Pemohon seluruhnya dan menyatakan Pasal 40 UU SKN bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945 serta menyatakan materi muatan Pasal 40 UU SKN tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Terhadap penjelasan di atas, Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan, S.H. meminta Pemohon menjelaskan lebih detail lagi perihal pengertian diskriminatif sebagaimana dimaksud Pemohon. âPemohon perlu menjelaskan lebih jauh lagi supaya jelas yang terdiskriminasi itu orang-orangnya atau jabatan-jabatannya,â ucap Maruarar.
Sementara itu, Ketua Panel Hakim, H. Achmad Roestandi, S.H. meminta Pemohon juga memperbaiki permohonannya dengan memasukkan klarifikasi apakah pejabat-pejabat yang dimaksud oleh Pemohon itu seperti Sutiyoso dilantik sebelum atau sesudah UU SKN ini disahkan.
Sebelum mengetuk palu tanda akhir persidangan, Roestandi memberi waktu maksimal 14 hari kerja bagi Pemohon untuk menyerahkan perbaikan permohonannya. (Ardli Nuryadi/Wiwik Budi Wasito)