Permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dinyatakan gugur oleh Mahkamah Konstitusi (MK). “Mengadili, menyatakan permohonan Pemohon I, Pemohon III dan Pemohon IV gugur. Menyatakan permohonan Pemohon II tidak dapat diterima,” ujar Wakil Ketua MK Anwar Usman mengucapkan amar Putusan Nomor 61/PUU-XIV/2016, Selasa (30/5) di Ruang Sidang MK.
Putusan tersebut didasarkan pada fakta hukum bahwa para Pemohon, yakni Damian Agata Yuvens (Pemohon I), Naftalia (Pemohon III), dan Deni Daniel (Pemohon IV) tidak menghadiri persidangan tanpa alasan yang sah.
Sedangkan MK memutuskan Rangga Sujud Widigda (Pemohon II) tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan. Menurut Mahkamah, profesi Pemohon II sebagai konsultan hukum tidak berkaitan langsung dengan potensi kerugian norma a quo yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.
Mahkamah menegaskan, apabila Pemohon II dalam menjalankan profesinya acap kali berhadapan dengan penyelenggaraan administrasi pemerintahan, sesungguhnya yang mempunyai kepentingan adalah pihak yang didampingi dalam keperluan administrasi tersebut. “Sehingga yang berpotensi mengalami kerugian konstitusional adalah pihak yang didampingi oleh Pemohon II, bukan Pemohon II selaku konsultan hukumnya,” tegas Hakim Konstitusi Suhartoyo membacakan pertimbangan hukum.
Status Pemohon II sebagai pembayar pajak yang dibuktikan dengan NPWP, lanjut Mahkamah, juga tidak berkaitan dengan norma yang diajukan. Sebab, tidak ada uraian yang spesifik mengenai korelasi antara norma undang-undang yang diajukan dengan kerugian Pemohon II sebagai pembayar pajak tersebut. Dengan demikian, menurut Mahkamah, Pemohon II tidak dapat menguraikan kerugian konstitusional yang secara spesifik dikaitkan dengan norma undang-undang yang dimohonkan pengujian.
Pemohon mendalilkan ruang lingkup keberlakuan norma fiktif-positif yang diatur dalam Pasal 53 ayat (3) UU Administrasi Pemerintahan hanya meliputi keputusan dan/atau tindakan. Jangka waktu untuk menetapkan dan/atau melakukan keputusan tersebut, menurutnya, tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan. Rumusan yang demikian menimbulkan pertanyaan lebih lanjut tentang bagaimana akibat hukum yang timbul atas sikap diam Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan terhadap permohonan keputusan dan/atau tindakan tersebut sehingga menyebabkan pelanggaran terhadap hak atas kepastian hukum Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
“Berdasarkan seluruh uraian di atas, telah ternyata bahwa tidak terdapat kerugian hak konstitusional Pemohon yang dirugikan oleh berlakunya Pasal 53 ayat (3) UU Nomor 30/2014, sehingga Pemohon II tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo,” imbuh Suhartoyo.
(Nano Tresna Arfana)