Mahkamah Konstitusi (MK) menerima penarikan kembali permohonan yang diajukan oleh Suprayitno. Suprayitno merupakan seorang warga negara perseorangan yang mengajukan keberatan atas berlakunya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (UU 34/1964). Sidang pembacaan ketetapan Nomor 17/PUU-XV/2017 tersebut digelar pada Selasa (23/5) di Ruang Sidang Pleno MK.
Mahkamah telah menggelar sidang perbaikan pada tanggal 16 Mei 2017, namun Pemohon tidak menyerahkan perbaikan permohonannya dan tidak hadir dalam persidangan tanpa alasan yang sah meskipun telah dipanggil secara patut. Membacakan ketetapan, Ketua MK Arief Hidayat menjelaskan setelah sidang perbaikan permohonan dinyatakan selesai dan ditutup, Mahkamah menerima surat elektronik dari Pemohon berisi penarikan permohonan.
“Dengan alasan yang pada pokoknya menyatakan, Pemohon akan menyempurnakan materi pengujian dan petitum atas Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan,” terang Arief.
Terhadap permohonan pencabutan atau penarikan kembali tersebut, Mahkamah menggelar Rapat Permusyawaratan Hakim pada tanggal 17 Mei 2017 dan menetapkan pencabutan atau penarikan kembali permohonan Perkara Nomor 17/PUU-XV/2017 a quo beralasan menurut hukum.
“Mengabulkan penarikan kembali permohonan Pemohon. Permohonan Nomor 17/PUU-XV/2017 mengenai Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu-Lintas Jalan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditarik kembali. Pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan a quo,” tandasnya.
Dalam permohonannya, Pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena dikenakan kewajiban membayar dua iuran wajib, yakni membayar iuran BPJS dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) akibat berlakunya UU 34/1964. Menurut Pemohon, BPJS maupun SWDKLLJ mempunyai memiliki manfaat yang sama.
Pemohon mengungkapkan bahwa dirinya dan keluarganya telah memenuhi kewajiban untuk membayar iuran BPJS sebagaimana diatur dalam UU 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Akan tetapi, Pemohon pun diharuskan untuk membayar SWDKLLJ yang dipungut oleh Jasa Raharja. Padahal, lanjut Pemohon, dalam Pasal 4 UU 34/1964 disebutkan pembayaran ganti rugi hanya didapatkan oleh korban mati atau cacat tetap akibat kecelakaan yang disebabkan oleh alat angkutan lalu-lintas jalan. Sementara, korban kecelakaan tunggal karena kelalaian ataupun sarana dan prasana jalan yang rusak tidak ditanggung. Hal tersebut dinilai merugikan Pemohon secara materiil. Oleh karena itu, Pemohon meminta seluruh UU DWKLLJ untuk dibatalkan.
(Lulu Anjarsari/lul)