Universitas Islam Kalimantan (UNISKA) Banjarmasin mengunjungi Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (23/5) di Ruang Konferensi MK. Dalam kesempatan itu, para mahasiswa Fakultas Hukum UNISKA diterima oleh Peneliti dan Pengkaji Perkara MK Helmi Kasim.
Helmi menjelaskan kecenderungan kesadaran masyarakat akan hak konstitusionalnya semakin meningkat. Hal tersebut terlihat pada tren masuknya perkara Pengujian Undang-Undang yang terus meningkat. Ia menjelaskan masyarakat bisa memohonkan pengujian jika hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya suatu undang-undang.
Lebih lanjut, Helmi menerangkan bahwa MK dibentuk dalam rangka untuk menjaga Konstitusi serta menjaga hak-hak konstitusional warga negara. Untuk menjalankan fungsi tersebut, MK dibekali beberapa kewenangan, yakni menguji undang-undang terhadap UUD 1945, menyelesaikan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum. MK juga memiliki satu kewajiban, yaitu memberikan pendapat terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Sebagai lembaga peradilan, imbuhnya, MK bersifat pasif. Misalnya, dalam melaksanakan kewenangan Pengujian Undang-Undang, MK hanya bisa menerima perkara, tidak menjemput perkara. Kendati demikian, banyak pemohon perseorangan yang mengajukan perkara. Sebagai contoh, seorang satpam mengajukan aturan pembayaran pesangon dan MK mengabulkan. Putusan tersebut menyatakan batas waktu pembayaran pesangon tidak mengenal kedaluwarsa. "Poinnya adalah seorang warga negara bisa membatalkan hasil kerja sebanyak 500 orang anggota DPR," ujarnya di hadapan sekitar 100 orang mahasiswa.
Selain itu, meski MKRI tidak memiliki kewenangan constitutional complaint, namun MKRI membuka seluas-luasnya kepada perseorangan warga negara untuk mengajukan perkara Pengujian Undang-Undang. "Jadi alasan ini yang digunakan ketika adanya wacana menambahkan kewenangan constitutional complaint," jelasnya.
(LA/lul)