Sebanyak 37 mahasiswa Universitas Respati Indonesia berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (17/5). Kunjungan tersebut disambut Peneliti MK Lutfhi Widagdo di Ruang Rapat Lantai 11.
Kunjungan para mahasiswa berasal dari organisasi intra kampus Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) bertujuan untuk mengenal lebih dalam sepak terjang MK. Mengawali paparannya, Lutfhi menjelaskan kewenangan dan kewajiban MK berdasar amanat UUD 1945. Kewenangan MK yaitu menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Adapun kewajiban MK adalah membuat putusan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan Presiden dan/atau Wakil Presiden.
MK, jelasnya, dibentuk saat amandemen ketiga UUD 1945 tahun 2001. Fungsi judicial review menjadi hal yang membuat MK berbeda. Sebab, sebelum masa reformasi, tak ada lembaga yang dapat melakukan judicial review terhadap undang-undang. Di masa orde baru, jelasnya, hanya ada proses parliamentary review.
Terkait perubahan Konstitusi Indonesia, Luthfi mengutip pendapat mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie yang menyebut terdapat 199 norma hukum baru. Di sisi lain, fungsi check and balances adalah nilai utama yang dianut UUD 1945 pasca amandemen. Sebab, MPR yang sebelumnya merupakan lembaga tertinggi negara berubah statusnya menjadi lembaga tinggi negara sehingga sejajar dengan lembaga negara yang lain. “Hal ini membuat tak ada lembaga negara yang dominan. Sehingga fungsi kontrol antar lembaga negara dapat terjadi,” jelasnya.
Sesi Pertanyaan
Usai pemaparan, Luthfi membuka sesi tanya jawab. Penanya pertama, Galih, menanyakan alasan Hakim Konstitusi tidak diawasi Komisi Yudisial (KY). Menjawab hal tersebut, Lutfhi menyatakan ada landasan hukum Hakim Konstitusi tidak diawasi oleh KY. Menurutnya, MK telah membuat landmark decision terkait kewenangan pengawasan oleh KY. MK menafsirkan secara original intent dan historis pada hakikatnya KY tidak bisa mengawasi Hakim Konstitusi. “Meski demikian, saat ini MK memiliki Dewan Etik. Fungsinya melakukan kontrol pada perilaku Hakim secara internal,” tegasnya.
Penanya kedua, Abdul Musoli, menanyakan tata cara mengajukan judicial review. Selain itu,ia menanyakan prosedur pembubaran partai politik. Lutfhi menyebut tata cara teknis pengajuan judicial review dapat diakses langsung melalui website MK. “Terkait proses pembubaran parpol, pihak yang dapat mengajukan adalah Pemerintah. Sejauh ini belum ada perkara pembubaran parpol yang ditangani MK,” jelasnya.
(ARS/lul)