Pemerintah menilai aturan yang melindungi siswa sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak) dan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UU Guru dan Dosen) konstitusional. Hal tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Sumarna Surapranata dalam sidang ketiga perkara dengan Nomor 6/PUU-XV/2017, Senin (8/5) di Ruang Sidang Pleno MK.
Mewakili Pemerintah, Surapranata mengungkapkan keberlakuan Pasal 9 ayat (1a) dan Pasal 54 ayat (1) UU Perlindungan Anak dan Pasal 39 Ayat (3) UU Guru dan Dosen bertujuan untuk melindungi. Perlindungan tersebut, lanjutnya, mencakup baik anak sebagai peserta didik maupun guru sebagai pendidik.
“Menurut Pemerintah, tidak terdapat kerugian terhadap hak konstitusional Pemohon akibat berlakunya ketentuan a quo,” ujar Surapranata di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Ketua MK Arief Hidayat tersebut.
Terkait kasus yang dialami Pemohon, Surapranata menjelaskan tindakan pelaporan tersebut bukan ‘kriminalisasi’. Ia juga menyebut permohonan Pemohon tidak terkait dengan konstitusionalitas norma. “Permohonan merupakan persoalan penerapan atau implementasi peraturan sehigga merupakan kewenangan peradilan umum untuk memeriksa,” tambahnya.
Seperti diketahui, Dasrul dan Hanna Novianti yang berstatus sebagai guru menguji Pasal 9 ayat (1a) dan Pasal 54 ayat (1) UU Perlindungan Anak dan Pasal 39 ayat (3) UU Guru dan Dosen. Dalam permohonannya, Pemohon mengalami ketidakpastian hukum dan merasa tidak diperlakukan adil sehingga menjadikan posisi guru sulit untuk menjadi independen akibat tekanan dari berbagai pihak. Pemohon merasa kasus kriminalisasi yang menimpanya sebagai akibat berlakunya pasal-pasal yang dimohonkan.
Lebih lanjut, Pemohon memaparkan telah mengalami kekerasan ketika mendidik siswanya. Padahal, menurut Pemohon, guru bermaksud ingin melakukan hukuman terhadap muridnya dalam rangka menegakkan kedisiplinan. Pemohon menyayangkan orang tua siswa yang melaporkan tindakan guru kepada Kepolisian atau Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Pemohon menilai akibat adanya pasal-pasal a quo, eksistensi guru berada pada posisi sangat pasif dan menjadi sosok yang serba salah. Dalam menjalankan tugas sebagaimana diamanatkan oleh UU Guru dan Dosen. Pemohon menilai guru mestinya tidak dikriminalisasi dan dipidanakan.
(Lulu Anjarsari/lul)