Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Pasangan Calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Barat Nomor Urut 1 Suhardi Duka dan Kalma Katta, Rabu (26/4) di ruang sidang MK. Menurut Mahkamah, Pemohon tidak dapat membuktikan adanya manipulasi data yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Barat.
“Amar putusan mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Arief Hidayat membacakan amar Putusan Nomor 13/PHP.GUB-XV/2017 didampingi para hakim konstitusi lainnya.
Mahkamah berpendapat,bukti dan saksi yang diajukan Pemohon tidak cukup membuktikan upaya KPU Sulbar (Termohon) beserta jajarannya secara sengaja melakukan manipulasi data terhadap daftar pemilih tetap (DPT) sehingga menyebabkan penggelembungan pemilih tidak sah dengan modus NIK ganda. Dari rangkaian fakta persidangan, terbuktiTermohon beserta jajarannya telah memutakhirkan dan memvalidasi data pemilih serta memeriksa, mengecek, mencermati ulang, dan melakukan faktualisasi data pemilih yang diindikasikan ganda.
Hasil pemutakhiran dan validasi tersebut dijadikan dasar dalam penetapan DPT akhir berdasarkan Berita Acara Nomor 106/BA/XII/2016 bertanggal 16 Desember 2016. Hal itu bersesuaian dengan keterangan saksi Termohon, yaitu Ishak Ibrahim, Sulfan Bulo, Bambang Arianto Akbar, Galuh Prihandini dan Suriani Tasikrara yang pada pokoknya menerangkan bahwa saksi telah melakukan pencermatan dan pemutakhiran data terkait adanya NIK ganda dengan mendasarkan kepada rekomendasi Bawaslu Provinsi Sulbar dan surat KPU Provinsi Sulbar.
Menurut Mahkamah, tindakan Termohon melaksanakan rekomendasi dari Bawaslu Provinsi Sulbar saat penetapan DPT pada 8 Desember 2016 yang dimutakhirkan kembali pada 16 Desember 2016 merupakan bentuk tindakan yang penuh dengan kehatian-hatian
Selain itu, menurut Mahkamah, tidak dapat dibuktikan pemilih yang memiliki NIK ganda tersebut akan memilih Pemohon atau paslon manapun yang memengaruhi hasil perolehan suara masing-masing paslon. “Sehingga apabila salah satu pasangan calon merasa dirugikan dalam penetapan DPT, hendaknya mengajukan keberatan pada saat itu juga, yakni masa tahapan pemutakhiran data. Bukan mengajukan keberatan setelah selesai penyelenggaraan pilkada,” urai Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams yang membacakan pertimbangan hukum.
Mahkamah juga tidak menemukan fakta bahwa tidak diberikannya surat pemberitahuan pemungutan suara (formulir C6-KWK) kepada para pemilih dilakukan secara sengaja dan masif oleh jajaran Termohon dengan tujuan memenangkan Pihak Terkait. Hal tersebut diperkuat dengan adanya bantahan saksi Termohon bernama Hasriadi yang pada pokoknya menerangkan bahwa sejumlah formulir C6-KWK di Kabupaten Polewali Mandar tidak dibagikan karena pemilih tersebut meninggal, pindah domisili dan/atau memiliki NIK ganda.
Dalam permohonannya, Pemohon diwakili Yusril Ihza Mahendra menyampaikan kecurangan yang merugikan Pemohon secara terstruktur, sistematis dan masif. Misalnya, terdapat penggelembungan suara tidak sah yang merugikan perolehan suara Pemohon dengan modus NIK ganda yang terjadi pada tiga kabupaten.
Selain itu, menurut Pemohon, terjadi penggelembungan suara tidak sah dengan modus surat keterangan pemilih tidak sah yang terjadi di tiga kabupaten. Ditambah lagi, terdapat pengurangan suara Pemohon di Kabupaten Poliwari Mandar dengan modus tidak memberikan formulir undangan kepada pemilih.
(Nano Tresna Arfana/lul)