Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya permohonan yang diajukan Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Yogyakarta Nomor Urut 1 Imam Priyono dan Achmad Fadli. Demikian Putusan Nomor 28/PHP.BUP-XV/2017 dibacakan Ketua MK Arief Hidayat dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya, Rabu (26/4) di Ruang Sidang MK.
Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah menilai dalil Pemohon mengenai adanya penyalahgunaan surat keterangan (suket) tidak beralasan menurut hukum. Pemohon mendalilkan suket berpotensi membiarkan adanya pemilih yang tidak mempunyai hak pilih untuk memberikan suara pada pemilihan walikota. Akan tetapi, Menurut Mahkamah, tidak terdapat bukti yang meyakinkan mengenai adanya pelanggaran dalam penggunaan suket dan KTP elektronik dalam pemungutan suara di Pemilihan Walikota Yogyakarta Tahun 2017.
“Jikapun ada perbedaan angka antara suket yang diterbitkan Dinas Dukcapil Kota Yogyakarta dengan angka DPTb, angka tersebut tidak serta-merta menunjukkan adanya penyalahgunaan surat keterangan atau adanya pemilih yang memilih lebih dari satu kali. Sebab, DPTb pada pelaksanaannya dapat terdiri atas pemilih tambahan yang menggunakan surat keterangan dan pemilih tambahan yang menggunakan KTP elektronik,” urai Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna membacakan pertimbangan hukum.
Selain itu, Mahkamah berpendapat Pemohon tidak menguraikan secara jelas di mana dan oleh siapa pelanggaran terjadi dalam penggunaan suket pada saat pemungutan suara. Mahkamah menilai jikapun terdapat penyalahgunaan pemilih tambahan dalam DPTb, tidak dapat dipastikan bisa memengaruhi peringkat perolehan suara secara signifikan. “Berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah berpendapat, dalil Pemohon mengenai pemilih tambahan dalam DPTb sehingga merugikan Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” ujarnya.
Kesalahan DPT
Sementara terhadap dalil adanya kesalahan DPT yang membuat 967 pemilih tidak dapat memberikan suara karena dinyatakan meninggal dunia, Mahkamah menilai dalil tersebut tidak beralasan menurut hukum. Menurut Mahkamah, memang terdapat perbedaan data mengenai jumlah pemilih yang meninggal dunia pada bukti yang disertakan Pemohon, namun hal itu telah diklarifikasi oleh KPU Kota Yogyakarta selaku Termohon.
Pemutakhiran data tersebut merupakan hasil dari usaha Termohon di lapangan dalam memastikan data aktual pemilih yang tidak dapat lagi memberikan hak pilihnya. Jikapun ada penyalahgunaan, tidak dapat dipastikan siapa pasangan calon yang dipilih para pemilih.
“Jika benar ada 967 pemilih seperti yang didalilkan oleh Pemohon, dengan mendasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009, tanggal 6 Juli 2009 danPasal 57 ayat (2) UU 10/2016, pemilih yang belum terdaftar dalam DPT dapat menggunakan hak pilihnya dengan menggunakan KTP yang masih berlaku. Berdasarkan pertimbangan tersebut, Mahkamah berpendapat bahwa dalil Pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum,” tegas Palguna.
Pemohon menggugat keputusan KPU Kota Yogyakarta Nomor 6/Kpts/KPU-Kota-013.329631/2017 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Yogyakarta Tahun 2017. Menurut penghitungan suara yang dilakukan oleh Termohon, perolehan suara Pemohon adalah sebanyak 99.146 suara selisih 1.187 suara dari Pasangan Calon nomor 2 yang ditetapkan sebagai peraih suara terbanyak dengan total suara 100.333 suara. Pemohon menilai terdapat kesalahan DPT yang dimiliki Termohon sehingga mempengaruhi penghitungan suara. Terhadap selisih 967 pemilih yang dinyatakan meninggal dunia tersebut, Pemohon pada saat pleno rekapitulasi tingkat kota telah meminta agar Termohon membuktikan data pemilih yang memuat nama, NIK, dan alamat lengkap. Akan tetapi, Termohon tidak dapat membuktikan data lengkap tersebut.
(LA/lul)