Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Bupati dan Wakil Bupati Takalar (36/PHP.BUP-XV/2017) kembali digelar Mahkamah Konstitusi, Senin (17/04) dengan agenda sidang mendengarkan keterangan ahli yang diajukan Pasangan Calon (Paslon) Burhanuddin Baharuddin-Natsir Ibrahim (Pemohon) serta sejumlah saksi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Takalar (Termohon) dan Paslon Syamsari Kitta-Ahmad Sere (Pihak Terkait).
Mantan anggota KPU I Gusti Putu Artha sebagai ahli Pemohon mengatakan basis pemutakhiran data pilkada adalah pemutakhiran data pemilihan presiden, yakni seseorang yang berdomisili di suatu daerah namun identitas dari daerah lain, dapat mendaftar sebagai pemilih.
Menurutnya, hal tersebut menjadi masalah karena siapa pun yang berdomisili di mana pun, kalau ia mendaftarkan diri sebagai pemilih pemilu presiden bisa dilakukan pencocokan dan penelitian dan itu membatalkan kedudukannya sebagai pemilih di tempat asalnya sehingga ia dapat terdaftar sebagai pemilih walau tidak memiliki KTP di daerah tersebut. “Seorang pemilih dapat mendaftarkan diri di lokasi ia berdomisili dan menggunakan haknya di lokasi domisilinya, kendatipun KTP-nya ada di daerah lain,“ ujar Putu Artha.
Menurut Putu Artha, hal itu merupakan tugas berat yang menjadi beban anggota KPU di daerah dalam mengelola daftar pemilih dalam pilkada. “Mereka harus menyandingkan, menyinkronisasi, memverifikasi, dan membersihkan seluruh calon pemilih yang terdaftar saat pilpres yang berasal dari luar daerah itu. Terhadap persoalan ini, akan muncul fakta bahwa sejumlah calon pemilih saat disinkronisasi tidak ditemukan dalam database Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) setempat.” tambahnya.
Putu Artha juga menyoroti penggunaan KTP elektronik (e-KTP) atau surat keterangan yang dikeluarkan oleh Disdukcapil setempat. Menurutnya, pengaturan tersebut jadi masalah serius dalam dua kali pilkada serentak. Pasalnya, undang-undang mengatur secara tegas yang boleh memilih adalah yang ber-KTP elektronik, sedangkan pemerintah, menurutnya, gagal dalam memberikan layanan paripurna dalam penyediaan e-KTP kepada warganya. “Di sisi lain persoalan jadi rumit tatkala regulasi menegaskan bahwa hanya penduduk yang telah melakukan perekaman e-KTP lah yang dilayani dengan suket,” imbuhnya.
Putu Artha juga menyoroti pelanggaran dalam pelaksanaan pilkada yang semakin masif karena adanya ambang batas selisih suara untuk mengajukan permohonan PHP Kada ke MK. Menurutnya, saat ini orang berbuat curang dengan cara apapun agar lewat dari ambang batas selisih suara sehingga tidak dapat mengajukan perkara di MK.
Penyusunan DPT
Ririn Ryan Saputra Ajnur selaku Administrator Data Base (ADB) Disdukcapil dalam kesaksiannya mengungkapkan adanya persoalan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dalam penyusunan DPT. “Dari 33296 NIK data dari KPU hanya 8335 yang sudah KTP elektronik, 24861 belum memiliki E-KTP,” ujarnya.
Saksi mengatakan pernah menyampaikan indikasi adanya NIK yang berada di luar wilayah Kabupaten Takalar, serta sejumlah persoalan NIK yang akan dimasukkan dalam DPT. “Selama melakukan verifikasi saya beberapa kali menemukan NIK yang sama atau pun NIK yang tidak lengkap.” kata Ryan.
Keterangan Ryan tersebut diperkuat oleh keterangan saksi lainnya, yakni Baswan dan Hasan. Keduanya memiliki KTP Makassar namun terdaftar dalam DPT dan ikut memilih dalam Pilkada Takalar. Keduanya mengungkapkan sama-sama memiliki istri yang tercatat sebagai warga Kabupaten Takalar.
Sesuai Aturan
Sedangkan Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Galesong Abdul Gafur menjelaskan pihaknya telah melakukan penyusunan DPT sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu, petugas di lapangan juga telah menarik 1903 undangan memilih karena pemilih yang bersangkutan meninggal dunia, pindah domisili serta masuk menjadi anggota TNI/Polri.
Di kecamatan yang terbagi dalam 14 desa itu, Gafur mengatakan, KPU semula akan menyediakan 48 Tempat Pemungutan Suara (TPS), namun karena jumlah pemilih yang terlalu banyak, maka ditambah menjadi 49 TPS. Saksi mengungkapkan ada 24.679 warga yang menggunakan hak pilihnya termasuk 821 warga yang menggunakan suket dan e-KTP. Adapun jumlah DPT di Kecamatan Galesong adalah 28.186 plus 2,5%. “Semua saksi mandat menandatangani berkas penghitungan surat suara, namun pada tingkat kecamatan saksi mandat nomor 1 tidak tanda tangan dengan alasan ada penggunaan suket dan e-KTP,” kata Gafur.
Keterangan Abdul Gafur dipertegas oleh keterangan beberapa Ketua PPK lainnya yang diajukan KPU Takalar sebagai saksi. Ketua PPK Mangarabombang Firman dan Ketua PPK Polombangkeng Utara Syariful Alam mengaku telah memvalidasi dan memverifikasi data pemilih. Menurutnya, memang ada keberatan dari saksi mandat dalam proses rekapitulasi di tingkat kecamatan, namun keberatan itu tidak ada kaitannya dengan DPT.
Sementara Nursyamsi selaku Ketua Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) TPS 2 Bontosunggu, Galesong Utara dan Anshar Dg nai selaku Ketua KPPS TPS 3 Desa Bontokassi, Kecamatan Galesong Selatan menjelaskan adanya persoalan dalam pemungutan suara di tempat mereka bertugas, namun permasalahan tersebut telah diselesaikan dan disepakati oleh masing-masing saksi paslon dan diketahui oleh panwas.
DPT Disetujui
Maya Taufik, Aparatur Sipil Negara (ASN) Takalar yang terlibat dalam penetapan DPT pilpres mengungkapkan jika menggunakan aplikasi Sistem Administrasi Kependudukan (SIAK), tidak mungkin menimbulkan NIK ganda, karena secara otomatis akan terloncati jika terdapat NIK yang sama.
Sementara, dua orang Panwas Kabupaten Takalar yang hadir dalam persidangan, Syaifuddin dan Nellyati, menjelaskan penetapan DPT telah disetujui oleh semua pihak. Terhadap pemilih yang menggunakan hak suaranya lebih dari satu kali, ia menjelaskan telah dilakukan penegakkan hukum dan pelaku telah dijatuhi hukuman.
(ilham/lul)