Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Bupati dan Wakil Bupati Bombana (34/PHP.BUP-XV/2017) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (13/4). Sidang beragenda memeriksa keterangan ahli dan saksi yang dihadirkan Pasangan Calon (Paslon) Kasra Jaru Munara dan H. Man Arfah (Pemohon), Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bombana (Termohon), serta Paslon Tafdil dan Johan Salim (Pihak Terkait).
Rektor Universitas Kristen Indonesia Maruarar Siahaan dalam keterangannya sebagai ahli Pemohon memberikan pendapatnya atas persoalan-persoalan tindak pidana Pemilu yang tidak lagi diperiksa oleh MK dalam perkara PHP Kada. Maruarar mengatakan MK seharusnya tidak kehilangan karakter sebagai pelindung konstitusi pasca Putusan Nomor 97/PUU-XI/2013 yang menguji norma UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Menurutnya, MK tetap dapat memproses hukum atas peristiwa yang bertentangan dengan konstitusi dalam pilkada.
Menurutnya, masuk akal jika MK tidak lagi memeriksa pelanggaran-pelanggaran tindak pidana Pemilu selama penyelesaian perkara di tingkat pelaksana sudah dilakukan dengan baik. “Seluruh peraturan yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 10/2016 memang masuk akal, tetapi dengan asumsi semuanya di tingkat penyelenggara diselesaikan dengan baik,” ujar Maruarar.
Terkait dengan rekomendasi Panitia Pengawas (Panwas) yang tidak dilaksanakan oleh KPU, Maruarar menilai hal itu merupakan bentuk tidak berdayanya rekomendasi Panwas atas pelanggaran yang terjadi. Padahal, menurutnya, Pilkada merupakan sarana untuk mencari dan memilih pemimpin yang terbaik bagi suatu daerah dan MK harusnya melindungi hal tersebut. “Sejak awal saya kemukakan dahulu, bahwa MK berperan untuk menegakkan keadilan berdasar konstitusi” tambahnya.
Sementara mantan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Bambang Eka Cahya Widodo selaku ahli yang dihadirkan Pihak Terkait mengatakan ada masalah akurasi rekomendasi Panwas Kabupaten Bombana yang berpengaruh terhadap kualitas rekomendasi. Menurutnya, kesalahan-kesalahan akibat ketidakakuratan dalam penyusunan rekomendasi justru menimbulkan permasalahan baru. Bambang menilai, KPU harus memeriksa fakta-fakta yang disebut dalam isi rekomendasi. Jika ada fakta yang berbeda, maka KPU dapat menolak jika dapat membuktikan kesalahan isi rekomendasi dan wajib melaporkan hal tersebut pada Panwas.
“Kesalahan-kesalahan akibat ketidakakuratan dalam penyusunan rekomendasi justru menimbulkan ketidakpastian dalam pelaksanaan pemilihan. Hal ini akan berdampak pada tata kelola pemilihan atau electoral governance yang juga menjadi tanggung jawab dari Panwas,” ujar Bambang dalam sidang yang dipimpin Ketua MK Arief Hidayat.
Menanggapi persoalan tidak dilaksanakannya rekomendasi Panwas, Bambang mengatakan KPU diancam pidana jika tidak melaksanakan rekomendasi tersebut, Namun, ia menyayangkan tidak adanya sanksi pidana bagi Panwas yang memberikan rekomendasi yang salah.
Dalam sidang tersebut, Mahkamah juga memeriksa saksi-saksi yang dihadirkan Pemohon, KPU, dan Pihak Terkait. Para saksi yang diajukan oleh Pemohon menjelaskan persoalan tidak disegelnya kotak suara, serta adanya pembukaan kotak suara oleh KPU. Hal itu dibantah oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang dihadirkan oleh KPU. Menurutnya, kotak suara dibuka untuk mengambil data agar dapat diunggah ke laman KPU. Pembukaan kotak suara itu, menurut KPU, telah disetujui dan disaksikan oleh Panwas. Selain itu, kotak suara yang ada sudah disegel dan dalam keadaan terkunci.
(ilham/lul)