Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Walikota dan Wakil Walikota Yogyakarta (28/PHP.KOT-XV/2017) pada Senin (10/4) di Ruang Sidang Pleno. Sidang ketiga perkara yang dimohonkan Pasangan Calon (Paslon) Imam Priyono dan Achmad Fadli digelar dengan agenda mendengar keterangan Ahli maupun Saksi dari Pemohon, Termohon dan Pihak Terkait.
Mantan Hakim Konstitusi Harjono yang hadir selaku Ahli Pemohon menyoroti adanya penggunaan Surat Keterangan (Suket). Menurutnya, pemilih yang diizinkan untuk memilih seharusnya adalah yang terdaftar dalam DPT. Jikapun ada yang belum terdaftar, lanjutnya, bisa menggunakan e-KTP ataupun tanda pengenal identitas lainnya. Mengenai penggunaan Suket, ia justru mempertanyakan landasan hukum aturan tersebut. Apalagi, penggunaan Suket di Yogyakarta bagi pemilih terdaftar mencapai 1.030 surat.
“Secara sederhana, kalau sampai ada yang menggunakan Suket lebih dari 1.030 timbul pertanyaan besar, kenapa bisa terjadi? Ataukah memang ada sesuatu yang kemudian entah dari mana, tahu-tahu dia kemudian punya hak pilih nyoblos. Tapi sebetulnya dia tidak dapat Suket, tapi nyatanya dia didaftar sebagai suket,” terangnya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua MK Arief Hidayat tersebut.
Untuk itu, Harjono menekankan pentingnya Mahkamah menemukan sumber yang terpercaya mengenai penggunaan Suket serta DPT dalam Pilkada Yogyakarta Tahun 2017. Salah satu cara yang disarankan Harjono adalah dengan membuka kotak suara dan melakukan penghitungan suara ulang.
“Berdasarkan hal-hal seperti itu, untuk akurasi dan untuk yang terbukti, tidak bisa didapatkan dari dokumen-dokumen yang ada ini (alat bukti, red). Satu-satunya cara adalah membuka kotak di situ (Yogyakarta). Catatan kotak di situ, suara kotak di situ, terhadap 442 TPS itu, lalu dihitung kembali untuk mendapatkan kepastian yang ada,” tandasnya.
Terkait keterangan Ahli Pemohon, Pemohon yang merupakan Pasangan Calon Nomor Urut 1 mengajukan beberapa orang saksi yang menguatkan dalil mengenai penggunaan Suket. Salah satunya Eko Suwanto yang membenarkan adanya sejumlah 1.030 Suket yang digunakan oleh pemilih tidak terdaftar. Tak hanya itu, ia menyampaikan masih adanya pemilih yang telah meninggal dunia sebanyak 468 dan pindah dari Yogyakarta sebesar 1.146 pemilih, tetapi tetap tercantum dalam DPT. Atas masalah tersebut, Pemohon telah mengadukan kepada KPU Kota Yogyakarta.
“Kami (Pemohon) merekomendasikan kepada KPU untuk mengirimkan daftar pemilih tadi ke DPRD, tetapi oleh KPU Kota Yogyakarta baru dikirim pada tanggal 20 Februari, pukul 08.16 WIB, ke email sekretariat DPRD oleh KPU Kota Yogyakarta. Artinya, sudah beberapa hari setelah pencoblosan, sehingga ini menutup ruang untuk dilakukan validasi maupun penelitian pemilih,” terangnya.
Ketua KPU Kota Yogyakarta (Termohon) Wawan Budiyanto membantah keterangan Saksi Pemohon. Menurutnya, Termohon tidak mengabaikan dan sengaja menunda koreksi terkait DPT. Ia menjelaskan KPU merinci dan menyesuaikan terlebih dahulu DPT dengan PPK, serta meminta PPK menyampaikan kepada PPS dan KPPS sebagai pegangan KPPS agar bisa memfasilitasi pemilih dengan baik. “Pada saat rekap DPT, perwakilan dari Paslon 1 maupun Pihak Termohon, Pihak Terkait, dan Panwas hadir. Data yang disampaikan Disdukcapil itu adalah data pasca-DPT,” tukasnya.
Pemohon menggugat keputusan KPU Kota Yogyakarta Nomor 6/Kpts/KPU-Kota-013.329631/2017 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Yogyakarta Tahun 2017. Menurut penghitungan suara yang dilakukan oleh Termohon, perolehan suara Pemohon adalah sebanyak 99.146 suara. Sedangkan perolehan suara Paslon Nomor Urut 2 Haryadi Suyuti dan Heroe Poerwadi yang ditetapkan sebagai peraih suara terbanyak (Pihak Terkait) adalah 100.333 suara. Dengan demikian, selisih suara antara Pemohon dengan Pihak terkait adalah 1.187 suara atau 0,59%.
Pemohon menilai terdapat kesalahan daftar pemilih yang dimiliki Termohon sehingga memengaruhi penghitungan suara. Pada saat pleno rekapitulasi tingkat kota, Pemohon telah meminta agar Termohon membuktikan data pemilih yang memuat nama, NIK, dan alamat lengkap. Akan tetapi, Termohon tidak dapat membuktikan data lengkap tersebut.
(LA/lul)