Penentuan syarat batas usia pencalonan bagi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan anggota KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota tidak bertentangan dengan konstitusi. hal tersebut ditegaskan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang pengucapan putusan uji materiil Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (UU Penyelenggara Pemilu). Sidang pengucapan putusan perkara No. 102/PUU-XIV/2016 tersebut digelar Rabu (5/4) di ruang sidang MK.
“Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Arief Hidayat mengucapkan amar putusan didampingi para hakim konstitusi lainnya.
Menurut Mahkamah, batas usia pencalonan atau batas usia berakhirnya masa jabatan setiap instansi telah diatur dengan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan UU No. 24/2003 tentang MK, seseorang dapat dicalonkan menjadi hakim konstitusi dengan batas usia paling rendah 47 tahun. Berdasarkan UU No. 3/2009 tentang Mahkamah Agung, seseorang dapat diangkat menjadi hakim agung ketika berusia sekurang-kurangnya 45 tahun.
“Dengan merujuk aturan tersebut, Mahkamah berkesimpulan sikap pembentuk undang-undang mengenai syarat batas usia pencalonan seseorang pejabat adalah suatu kebijakan hukum terbuka (open legal policy). Berapa pun syarat usia pencalonan yang ditetapkan tidak dapat dikategorikan sebagai ketentuan yang tidak konstitusional. Hal demikian sesungguhnya telah beberapa kali dipertimbangkan dalam putusan-putusan Mahkamah sebelumnya,” papar Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati membacakan pendapat Mahkamah.
Selain itu, menurut Mahkamah, pemenuhan hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan bukan berarti negara tidak boleh mengatur dan menentukan syarat-syaratnya. Sepanjang syarat tersebut objektif dan merupakan kebutuhan yang dituntut oleh jabatan atau aktivitas pemerintahan yang bersangkutan dan tidak mengandung unsur diskriminatif.
Dalam kaitan dengan kriteria usia, UUD 1945 tidak menentukan batasan usia minimum tertentu sebagai kriteria yang berlaku umum untuk semua jabatan atau aktivitas pemerintahan.
Sebelumnya, Fedhli Faisal menguji Pasal 11 UU Penyelenggara Pemilu huruf b terkait batas usia untuk menjadi anggota KPU.
Pasal 11 huruf b UU No. 15/2011 berbunyi, “Syarat untuk menjadi anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/ Kota adalah: b. pada saat pendaftaran berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun untuk calon anggota KPU dan berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon anggota KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/ Kota.”
Pemohon mendalilkan, saat ini banyak pemuda yang berusia dibawah 30 tahun telah bergelar S-1, bahkan S-2 maupun S-3, yang fokus di bidang hukum kepemiluan dan memiliki banyak pengalaman. Oleh karena itu, syarat terkait umur 30 tahun tersebut, menurut Pemohon, sudah tidak lagi sesuai dengan perkembangan hukum yang berlaku di Indonesia.
Pemohon berdalih, hak untuk berpartisipasi menjadi calon anggota KPU, dalam hal ini KPU Lampung, merupakan hak politik yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. Karena itu Pemohon beranggapan, Pasal 11 huruf b UU Penyelenggara Pemilu bertentangan dengan Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 sepanjang frasa “.... hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum adalah hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.”
Pemohon berharap agar Mahkamah menyatakan ketentuan Pasal 11 huruf (b) UU Penyelenggara Pemilu sepanjang frasa “dan berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon anggota KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
(Nano Tresna Arfana/lul)