Dalam sidang pengucapan putusan untuk Panel 2 sesi pertama, Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat menerima lima perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHP Kada) yang berasal dari lima daerah di Sumatera. Kelima daerah tersebut, yakni Provinsi Aceh (31/PHP.GUB-XV/2017), Kabupaten Aceh Utara (24/PHP.BUP-XV/2017), Kota Payakumbuh (27/PHP.KOT-XV/2017), Kabupaten Nagan Raya (23/PHP.BUP-XV/2017), serta Kota Langsa (19/PHP.KOT-XV/2017).
Mahkamah menilai kelima permohonan tersebut tidak memenuhi ketentuan Pasal 158 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada) terkait perbedaan selisih suara dan Pasal 157 ayat (5) UU Pilkada terkait batas waktu pengajuan permohonan.
Dalam permohonan PHP Gubernur Aceh yang diajukan oleh Pasangan Calon Muzakir Manaf - T.A Khalid, pemohon mendalilkan Pilkada Aceh seharusnya mengikuti UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, bukan UU Pilkada. Dengan demikian, MK tidak perlu mempermasalahkan ambang batas selisih suara. Menanggapi dalil tersebut, Mahkamah dalam pertimbangan hukumnya, menyebut ketentuan tentang ambang batas sebagaimana diatur dalam Pasal 158 UU Pilkada tidak diatur dalam UU Pemerintahan Aceh, sehingga Pasal 158 UU Pilkada tetap berlaku untuk pemilihan gubernur, bupati, dan walikota serentak Tahun 2017 di Provinsi Aceh.
Hal tersebut seperti yang tercantum dalam Pasal 199 UU Pilkada yang menyatakan, “Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku juga bagi penyelenggaraan Pemilihan di Provinsi Aceh, Provinsi DaerahKhusus Ibukota Jakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat, sepanjang tidak diatur lain dalam Undang-Undang tersendiri”.
“Berdasarkan pertimbangan di atas, maka dalil pemohon mengenai kekhususan Provinsi Aceh dan mengenai UU 11/2006 sebagai lex specialis serta UU 10/2016 sebagai lex generalis tidak beralasan menurut hukum,” ucap Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna membacakan pertimbangan hukum.
Oleh karena itu, Mahkamah menilai pemohon tidak memenuhi ketentuan pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1) huruf b UU Pilkada dan Pasal 7 ayat (1) huruf b PMK 1/2016, sehingga pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Sebab, jumlah penduduk Provinsi Aceh berdasarkan Data Agregat Kependudukan Per Kecamatan (DAK2) Semester II Tahun 2015 per tanggal 31 Desember 2015 adalah 5.101.473 jiwa, sehingga perbedaan perolehan suara antara pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak untuk dapat mengajukan permohonan PHP Gubernur Aceh adalah paling banyak sebesar 1,5% dari total suara sah yang ditetapkan KIP Provinsi Aceh. Palguna menjelaskan jumlah perbedaan perolehan suara antara pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak seharusnya adalah 36.222 suara. Akan tetapi, lanjut Palguna, perbedaan perolehan suara antara pemohon dan pihak terkait adalah 132.283 suara (5,48%).
“Mahkamah berpendapat, meskipun pemohon adalah pasangan calon dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Aceh Tahun 2017, namun pemohon tidak memenuhi ketentuan pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1) huruf b UU 10/2016 dan Pasal 7 ayat (1) huruf b PMK 1/2016, sehingga pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Dengan demikian, eksepsi termohon dan eksepsi pihak terkait bahwa pemohon tidak memiliki kedudukan hukum beralasan menurut hukum,” terang Palguna.
Perbedaan selisih suara yang melebihi ambang batas juga dialami oleh permohonan Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Nagan Raya. Keduanya melewati ambang batas yang ditentukan dalam Pasal 158 ayat (2) huruf d UU Pilkada sebesar 1%-2%.
Dalam sidang yang sama, dibacakan pula putusan Kabupaten Payakumbuh (27/PHP.BUP-XV/2017) dan Kota Langsa (19/PHP.KOT-XV/2017). Keduanya tidak dapat diterima karena telah melalui tenggat waktu seperti yang diatur dalam Pasal 157 ayat (5) UU Pilkada serta Pasal 1 angka 27, Pasal 5 ayat (1) dan ayat (4) PMK 1/2017. Ketentuan tersebut mengatur tenggang waktu pengajuan permohonan pembatalan penetapan perolehan suara hasil Pilkada paling lambat tiga hari kerja sejak KPU mengumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilihan. Hari kerja dimaksud adalah hari kerja Mahkamah, yaitu hari Senin sampai dengan hari Jumat, pukul 07.30 WIB sampai dengan pukul 24.00 WIB. (LA/lul)