Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Walikota dan Wakil Walikota Sorong (7/PHP.KOT-XV/2017) tidak dapat diterima. Hal tersebut disampaikan Ketua MK Arief Hidayat didampingi para hakim konstitusi lainnya dalam sidang pengucapan putusan, Senin (3/4).
Mahkamah menyatakan Amos Lukas Watori dan Noorjannah selaku pemohon bukan pasangan calon (paslon) dalam Pilkada Walikota Sorong 2017. Keduanya, menurut Mahkamah, juga bukan pemantau pemilihan dalam negeri yang terdaftar dan memperoleh akreditasi dari KPU. Dengan demikian, Mahkamah menegaskan pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan.
Pasal 3 ayat (1) PMK No. 2/2016 menyatakan, “Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a adalah: a. pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur peserta Pemilihan; b. Pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati atau pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota peserta Pemilihan; c. Pemantau Pemilihan dalam negeri yang terdaftar dan memperoleh akreditasi dari KPU/KIP Provinsi untuk Gubernur dan Wakil Gubernur; d. Pemantau Pemilihan dalam negeri yang terdaftar dan memperoleh akreditasi dari KPU/KIP Kabupaten/Kota untuk pemilihan Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota”.
Dalam sidang yang sama, MK memutuskan tidak menerima perkara PHP Kabupaten Bengkulu Tengah (1/PHP. BUP-XV/2017) yang diajukan Paslon No. Urut 3 M. Sabri dan Naspian lantaran tidak memenuhi ketentuan Pasal 158 UU No. 10/2016 dan Pasal 7 PMK 1/2016.
Perolehan suara pemohon adalah 23.338 suara, sedangkan perolehan suara Paslon No. Urut 2 Ferry Ramli dan Septi Peryadi selaku peraih suara terbanyak adalah 31.849 suara. Sehingga perbedaan perolehan suara antara pemohon dan pihak terkait adalah 8.511 suara (14,70%). Sedangkan menurut Pasal 158 UU 10/2016, perbedaan perolehan suara antara pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak adalah paling banyak sebesar 2% dari total suara sah yang ditetapkan KPU Kabupaten Bengkulu Tengah. Dengan demikian, menurut Mahkamah, pemohon tidak memenuhi ketentuan pengajuan permohonan. Sehingga pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan perkara a quo.
“Oleh karena itu, eksepsi termohon dan eksepsi pihak terkait bahwa pemohon tidak memiliki kedudukan hukum beralasan menurut hukum,” ujar Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati yang membacakan pendapat Mahkamah.
Putusan yang sama juga dijatuhkan Mahkamah pada perkara PHP Kabupaten Tebo (3/PHP. BUP-XV/2017) yang diajukan Paslon No. Urut 1 Hamdi dan Harmain. Jumlah penduduk di Kabupaten Tebo berdasarkan Data Agregat Kependudukan per Kecamatan (DAK2) per 31 Desember 2015 adalah 324.420 jiwa. Sehingga perbedaan perolehan suara antara pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak (pihak terkait) untuk dapat diajukan permohonan ke Mahkamah, paling banyak sebesar 1,5% dari total suara sah yang ditetapkan KPU Kabupaten Tebo. Adapun perolehan suara pemohon adalah 73.263 suara, sedangkan perolehan suara Paslon No. 2 Sukandar dan Syahlan selaku peraih suara terbanyak adalah 90.963 suara. Perbedaan perolehan suara antara pemohon dan pihak terkait adalah 17.700 suara (10,77%).
Pada sesi 1 pengucapan putusan PHP Kada Serentak 2017, Mahkamah juga memutus tidak dapat menerima permohonan PHP Kabupaten Buton Selatan (6/PHP.BUP-XV/2017) dan PHP Kabupaten Mappi (9/PHP.BUP-XV/2017)karena tidak memenuhi ketentuan UU No. 10/2016 danPMK No. 1/2016.
(Nano Tresna Arfana/lul)