KPU Kota Kendari selaku termohon perkara Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Walikota dan Wakil Walikota Kendari 2017 menilai posita (alasan permohonan) dan petitum (tuntutan) dalam permohonan yang dimohonkan Abdul Rasak dan Haris Surahman tidak sejalan.
“Dalam petitum, pemohon meminta penghitungan suara ulang di seluruh kecamatan. Sementara dalam posita pemohon tidak menguraikan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan termohon di setiap kecamatan. Tidak jelas kesalahan apa saja yang dilakukan termohon. Bagaimana kejadiannya, siapa yang melakukan kesalahan, siapa saksinya dan apakah berpengaruh terhadap perolehan suara pemohon?” kata kuasa hukum KPU Kendari Abdul Rahman dalam sidang perkara No. 26/PHP. KOT-XV/2017, Selasa (21/3) sore di ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut termohon, rekapitulasi penghitungan suara berjalan lancar dan tidak ada masalah berarti serta dihadiri saksi-saksi pasangan dan panwas. Termohon juga menilai tidak ada keberatan dari saksi-saksi pasangan calon, meski yang menandatangani berkas rekapitulasi hanya pihak terkait.
Selain itu, menurutnya, permohonan pemohon tidak jelas dan kabur. “Bahwa dalam petitum, pemohon sama sekali tidak meminta MK untuk menetapkan perolehan suara yang benar menurut pemohon,” imbuhnya kepada Majelis Hakim yang dipimpin Ketua MK Arief Hidayat.
Lebih lanjut, termohon mengaku tidak benar ada pemilih ganda. Termohon juga menampik tudingan adanya pemilih yang menggunakan KTP di bawah pukul 12.00.“Hal itu tidak benar. Pemohon tidak menjelaskan data dan bukti terdapat pemilih menggunakan KTP di bawah pukul 12.00,” jelasnya.
Sementara Pasangan Calon Adriatma Dwi Putra dan Sulkarnain, selaku pihak terkait, meluruskan dalil-dalil yang disampaikan pemohon dalam sidang pendahuluan. Di antaranya, membantah banyaknya selisih perolehan suara pihak terkait dengan pemohon lantaran pelanggaran yang dilakukan pihak terkait. “Selisih suara pihak terkait dengan pemohon diperoleh dengan cara yang sah dan tidak melanggar peraturan perundang-undangan,” kata Safarullah sebagai kuasa hukum pihak terkait.
Pihak terkait juga menampik tuduhan pemohon bahwa pihaknya melakukan politik uang secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM) untuk meraih suara terbanyak dalam Pilkada Kendari 2017. “Justru sebaliknya pemohon lah yang banyak melakukan pelanggaran mulai dari tahapan pilkada sampai selesai. Misalnya melakukan intimidasi dan menahan formulir C6 terhadap para pemilih,” tandas Safarullah.
Pada sidang Panel 1 sesi tiga, MK juga mendengarkan jawaban KPU dan pihak terkait untuk perkara PHP Kabupaten Sarolangun (32/PHP.BUP-XV/2017) dan PHP Kabupaten Tolikara (14/PHP.BUP-XV/2017).
(Nano Tresna Arfana/lul)