“Dalam memutuskan sebuah perkara, Mahkamah Konstitusi tidak boleh berada dalam tekanan pihak manapun, baik tekanan cabang kekuasaan negara lainnya, maupun tekanan pihak media.”
Demikian disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) Arief Hidayat pada pertemuan Biro World Conference on Constitutional Justice (WCCJ) yang bertempat di Gedung Scuola Grande, Venice-Italia, Sabtu (11/3).
Arief menekankan, sebagai salah satu lembaga penjaga demokrasi konstitusional, putusan MK harus bebas dari campur tangan pihak manapun. Lebih lanjut, menurutnya, setiap upaya inkonstitusional dan tidak demokratis yang bertujuan untuk menghilangkan aturan hukum dan demokrasi di suatu negara harus ditentang.
Menanggapi usulan dan paparan Presiden Asosiasi MK dan Institusi Sejenis Se-Asia (AACC) tersebut, Biro WCCJ bersepakat untuk memasukkan kalimat itu dalam konsep komunike bersama yang akan dideklarasikan pada kongres ke-4 WCCJ bulan September 2017 di Vilnius, Lithuania.
Dalam pertemuan Biro tersebut, Arief juga telah menyampaikan kesiapan MKRI selaku Presiden sekaligus Sekretariat Tetap Perencanaan dan Koordinasi AACC untuk memfasilitasi jalinan kerjasama dengan asosiasi MK lainnya, serta menyelenggarakan Board of Members Meeting AACC pada bulan Agustus 2017 di Solo, Jawa Tengah.
WCCJ adalah konferensi Hakim Konstitusi yang menyatukan 105 MK di seluruh dunia dengan tujuan mempromosikan keadilan konstitusional sebagai elemen kunci bagi demokrasi, perlindungan hak asasi manusia dan supremasi hukum. Sedangkan Biro WCCJ adalah pertemuan pimpinan WCCJ yang terdiri atas Presiden Venice Commision, para Presiden Asosiasi MK, serta negara penyelenggara Kongres. Pertemuan Biro WCCJ tersebut menjadi ajang bagi para Ketua MK se-dunia untuk saling berbagi informasi dan sharing best of practice di antara MK se-dunia.
Peran MK
Di sela-sela kunjungan kerja memenuhi undangan Venice Comission dalam kapasitas sebagai Presiden AACC, Arief pun menyempatkan diri bertatap muka dan berdialog dengan masyarakat Indonesia dan Diaspora Indonesia di Milan-Italia, Minggu (13/3). Dialog dan tatap muka tersebut didukung penuh oleh Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Milan bekerja sama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Roma, Italia.
Dalam kesempatan tatap muka tersebut, Arief mengemukakan pentingnya keberadaan MK di Indonesia. MK, jelas Arief, merupakan institusi penting bagi negara demokrasi dan konstitusi seperti Indonesia. Peran dan kiprah MK Indonesia dalam 13 tahun terakhir signifikan dalam memajukan nilai-nilai demokrasi konstitusional.
Disampaikan Arief, MK merupakan salah satu lembaga negara hasil amandemen ketiga dan keempat UUD 1945. MK mempunyai empat kewenangan dan satu kewajiban mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat. Kewenangan MK adalah menguji undang undang terhadap UUD 1945, menyelesaikan sengketa kewenangan antar lembaga negara, membubarkan partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilu.
Sementara satu kewajiban MK adalah memutus perkara impeachment presiden/wakil presiden. “Soal impeachment presiden, contoh praktik paling aktual saat ini sebagaimana yang terjadi di Korea Selatan,” ujarnya.
Arief juga menegaskan, fungsi MK tidak hanya sebagai penjaga hak konstitusional warga negara dan penjaga demokrasi. MK juga berfungsi sebagai penjaga ideologi (the guardian of ideology) bangsa Indonesia. Artinya, melalui kewenangan yang diamanatkan oleh UUD 1945, pada dasarnya MK juga menjalankan fungsi menjaga ideologi Pancasila.
Dialog berlangsung dalam suasana santai dan kekeluargaan. Sejumlah pertanyaan terlontar dari peserta. Bahkan setelah kegiatan ditutup, masih ada peserta yang mengajukan pertanyaan. Masyarakat Indonesia di Milan nampak antusias selama mengikuti paparan Ketua MK.
(IH/HS/lul)
(IH/lul)