Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar uji UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres), UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK), UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU MA), UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), dan UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (UU BPK) terhadap UUD 1945, Kamis (1/11). Agenda sidang adalah Mendengarkan Keterangan Ahli dari Pemohon, yaitu Ketua Komnas HAM, Ifdal Kasim dan Ahli Hukum Pidana, Dr. Mudzakkir.
Perkara Nomor 17/PUU-V/2007 ini dimohonkan oleh Hendry Yosodiningrat, S.H., Budiman Sudjatmiko, MSc., M.Phil., dan Ahmad Taufik dengan kuasa hukum Ari Yusuf Amir, S.H., dkk. Para Pemohon mempermasalahkan, pertama, salah satu persyaratan menjadi Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Huruf t UU Pilares yang berbunyi: âCalon Presiden dan calon Wakil Presiden harus memenuhi syarat: tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebihâ.
Kedua, calon Hakim Konstitusi yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) Huruf d UU MK menyatakan: âUntuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi seorang calon harus memenuhi syarat: tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebihâ.
Ketiga. calon Hakim Agung yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Huruf d UU MA yang berbunyi: âapabila dibutuhkan, hakim agung dapat diangkat tidak berdasarkan sistem karier dengan syarat: tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebihâ.
Keempat, calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 58 huruf f UU Penda menyatakan: âCalon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat : tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau lebihâ.
Kelima, calon Anggota Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 Huruf g UU BPK yang berbunyi: âUntuk dapat dipilih sebagai Anggota BPK calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun atau lebihâ;
Di persidangan ini, Ahli dari Pemohon, Ifdal Kasim, menjelaskan bahwa harus ada pembatasan yang mempunyai tujuan yang jelas agar tercipta ketertiban umum, masyarakat yang bermoral, dan melindungi hak fundamental orang yang bersangkutan. Menurut Ifdal, persyaratan yang membatasi mereka yang terkena pidana lima tahun sehingga tidak bisa menduduki jabatan, merupakan persyaratan yang tidak sesuai dengan pembatasan yang diinginkan oleh UUD. âSebab UUD 1945 juga menjamin persamaan hak bagi orang yang telah menjalani hukuman. Itu artinya, hak-haknya sebagai warga negara kembali pulih termasuk hak-hak politiknya untuk berpartisipasi dalam kehidupan bernegara atau pemerintahan. Oleh karena itu dengan tercantumnya persyaratan ini, jelas mengurangi hak yang bersangkutan,â jelas Ifdal.
Ahli Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Dr. Mudzakkir juga menambahkan, pembatasan itu dimungkinkan selama dalam konteks prasyarat administrasif. Sedangkan yang berhubungan dengan kompetensi yang bersangkutan, harus ditentukan berdasarkan jabatan dan syarat tertentu yang diberlakukan secara umum. âKhusus batasan yang menyangkut ancaman pidana apabila tanpa mempertimbangkan tindak pidana yang dilakukan atau jenis tindak pidana yang dilakukan apakah relevan apabila seseorang itu hanya terkena hukuman yang tidak disengaja, semisal kecelakaan lalu lintas lalu dihukum, pasti akan menghambat kapabilitas seseorang tersebut, sama saja itu merampas hak hukum terpidana yang dijamin oleh Konstitusi,â ujar Mudzakkir. (Prana Patrayoga Adiputra)