Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan ketetapan penarikan kembali uji materiil Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) dan UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU Pileg), Selasa (28/2). Perkara teregistrasi Nomor 14/PUU-XV/2017 tersebut diajukan oleh Kurnia Irawan Harahap.
"Mengabulkan penarikan kembali permohonan pemohon," ucap Ketua MK Arief Hidayat didampingi tujuh hakim lainnya.
Sebelumnya, pemohon mengajukan uji materiil UU Pilpres dan UU Pileg tanpa didampingi kuasa hukum. Permohonan tersebut didasari fenomena mahar politik yang masih marak di Indonesia. Utamanya, dalam momen seorang calon yang meminta dukungan untuk maju dalam pemilihan umum. “Masih terdapat kabar adanya partai yang mensyaratkan sejumlah biaya sebagai mahar politik. Ini sebagai syarat agar didukung parpol yang ada,” jelasnya.
Lebih lanjut, dia menyebut negara belum mengatur tentang praktik mahar politik dan kontrak politik dalam pemilihan presiden dan wakil presiden serta dalam pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD. Sementara dalam UU Pilkada telah diatur dengan tegas tidak boleh ada transaksi uang dari calon kepala daerah kepada partai politik.
“Terdapat diskriminasi dalam mengatur tentang larangan mahar politik dalam sistem peraturan perundang-undangan Indonesia karena hanya pemilihan kepala daerah saja yang memiliki aturan larangan praktik mahar politik, tetapi tidak melarang kontrak politik. Sedangkan untuk pemilihan presiden dan pemilihan legislatif sama sekali tidak ada larangan praktik mahar politik dan kontrak politik,” ujarnya.
Menurutnya perlu adanya larangan praktik kontrak politik di Indonesia. Sebab tindakan kontrak politik merupakan perilaku yang tidak memihak kepada rakyat kecil.
(ars/lul)