Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya permohonan terkait kewajiban mudur dari jabatan dan cuti di luar tanggungan negara seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada). Pembacaan Putusan Nomor 55/PUU-XIV/2016 yang diajukan Fuad Hadi tersebut digelar Selasa (28/2) di ruang sidang MK.
“Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Arief Hidayat mengucapkan amar putusan didampingi tujuh hakim konstitusi lainnya.
Pemohon mendalilkan adanya perbedaan perlakuan bagi petahana yang mencalonkan diri di daerah lain dengan petahana yang mencalonkan diri kembali pada daerah yang sama seperti yang tercantum dalam ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf p dan Pasal 70 ayat (3) UU UU Pilkada. Membacakan pertimbangan hukum, Hakim Konstitusi Suhartoyo menyatakan terdapat dua ketentuan yang berisi norma yang berbeda.
Pasal 7 ayat (2) huruf p UU Pilkada mengatur mengenai syarat petahana yang akan mencalonkan kembali menjadi kepala daerah di daerah lain harus mengundurkan diri sejak ditetapkan sebagai calon. Adapun ketentuan Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada mengatur mengenai kampanye kepala daerah yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama cukup mengajukan cuti di luar tanggungan negara.
Suhartoyo menegaskan Pasal 7 ayat (2) huruf p dan Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada tidak mengandung perlakuan diskriminasi karena memperlakukan secara berbeda terhadap hal yang memang berbeda. Menurut Mahkamah, pengertian diskriminasi tersebut juga sejalan dengan pengertian diskriminasi dalam Internasional Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik). “Berdasarkan pertimbangan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berpendapat permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” tandas Suhartoyo.
Permohonan merupakan calon independen Pilkada Kabupaten Nagan Raya. Pemohon merasa hak konstitusionalnya yang diatur dan dilindungi dalam UUD 1945 telah dirugikan dengan ketentuan Pasal 7 huruf r UU 8/2015 yang menghambat keingingan Pemohon untuk maju dalam Pilkada Kabupaten Nagan Raya. Pemohon merasa diperlakukan diskriminatif akibat berlakunya Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada. Pasal tersebut mengatur bahwa calon kepala daerah yang merupakan petahana cukup menjalani cuti selama masa kampanye saja. Fuad mengatakan ketentuan tersebut menguntungkan petahana dari sisi anggaran. Sebab, Fuad beranggapan anggaran pemilihan juga berasal dari APBD kabupaten yang menjadi kewenangan untuk menggunakannya berada di tangan petahana. (LA/lul)