Mahkamah Kontitusi (MK) mengabulkan penarikan kembali uji materiil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).
“Menetapkan menyatakan mengabulkan penarikan kembali permohonan Pemohon,” ujar Ketua MK Arief Hidayat membacakan Ketetapan Perkara Nomor 4/PUU-XV/2017 didampingi tujuh hakim lainnya, Selasa (21/2) di ruang sidang pleno MK.
Sebelumnya, Mahkamah telah melakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap permohonan pada 18 Januari 2017 dan 2 Februari 2017. Kemudian pemohon melalui kuasa hukumnya mengajukan surat bertanggal 31 Januari 2017, yang diterima Kepaniteraan Mahkamah pada hari yang sama, menyatakan mencabut permohonan a quo. “Lalu pada sidang panel tanggal 2 Februari 2017, Pemohon melalui kuasa hukumnya menegaskan kembali penarikan permohonan Perkara Nomor 4/PUU-XV/2017,” jelas Arief.
Sebelumnya, Julkifli, warga NTB yang berlatar belakang sebagai Ketua Perkumpulan Masyarakat Pemerhati Parlemen NTB menguji ketentuan Pasal 84 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2) huruf d UU MD3. Pada sidang perdana, Kuasa Hukum Pemohon Ahmad Irawan menyatakan hak untuk mendapatkan lembaga perwakilan rakyat yang demokratis, efektif dan akuntabel hanya dapat direalisasikan bila terdapat kepastian terhadap masa jabatan pejabat pimpinan DPR RI, yakni bersifat tetap selama satu periode dan tidak berganti-ganti tanpa alasan yang diterima hukum.
“Tanggal 16 Desember 2015 Setya Novanto yang mengundurkan diri sebagai Ketua DPR. Namun tiba tiba Setya Novanto dapat kembali lagi menjadi sebagai Ketua DPR menggantikan Ade Komaruddin baru-baru ini,” jelasnya.
Lebih lanjut, pemohon juga mendalilkan paket yang bersifat tetap ditafsirkan jatah pimpinan DPR merupakan hak fraksi yang memenangkan proses pemilihan saat paripurna,. Hal tersebut demi kepastian hukum yang adil dan konsekuensi logis dari sifat pemilihan pimpinan.
“Jadi menurut pemohon, Pasal 84 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2) huruf d UU 17/2014 telah menciderai hak konstitusional Pemohon yang terdapat dalam Pasal 28C ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,” katanya menegaskan.
(ARS/lul)