Mahkamah Konstitusi (MK) menerima kunjungan anggota Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) serta delegasi dua delegasi dari Amerika Serikat (AS), Rabu (22/2). Mereka disambut Peneliti MK Pan Muhammad Faiz dan Luthfi Widagdo di Ruang Delegasi Lantai 11. Dalam kunjungan tersebut, Peneliti ICJR Erasmus AT Napitupulu mendampingi dua pegiat LSM Anti Narkoba asal Amerika Serikat, Jack dan Katly Barker. Dua orang tersebut ingin mengetahui lebih mendalam terkait MK dalam putusannya yang menyangkut tentang dunia narkotika.
Faiz menjelaskan kasus tersebut tidak banyak ditangani oleh MK. Contoh yang pernah ditangani MK adalah permohonan dari Alexander Lay dan Todung Mulya Lubis di tahun 2007. Mereka meminta untuk menghapus frasa hukuman mati dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. "Namun permohonannya tidak dikabulkan MK," ujarnya.
Setelah penjelasan singkat, Faiz menjelaskan terkait tugas dan wewenang MK Indonesia. Dia menyatakan terdapat empat kewenangan dan satu kewajiban MK berdasarkan amanat UUD 1945. Kewenangan MK adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Adapun kewajiban MK adalah membuat putusan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan presiden dan/atau wakil presiden. Dia menjelaskan MK adalah lembaga yudikatif yang terdiri dari sembilan hakim konstitusi. Para hakim tersebut, jelasnya, merupakan representasi pilihan dari Mahkamah Agung (MA), presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). “Perinciannya masing masing berjumlah tiga orang dari pilihan tiap lembaga,” ujarnya.
Faiz menyebut MK Indonesia memiliki beberapa kemiripan dengan MK Korea Selatan, yakni memiliki 9 hakim pilihan dari parlemen, presiden, dan MA. Namun ada juga perbedaanya, misal terkait impeachment presiden. "Kalau di Korsel penentu presiden dimakzulkan putusannya langsung oleh MK. Kalau di Indonesia melalui persidangan di MK tetapi dibalikkan kembali ke DPR untuk memutuskan," jelasnya.
Pasca diskusi selesai, mereka berlanjut mengunjungi Pusat Konstitusi (Puskon) serta menonton sinema konstitusi. Harapan Faiz, dari sana mereka akan semakin paham mengenai sejarah konstitusi Indonesia. (ARS/lul)